Gadis Pembajak Sawah

Pada akhir Dinasti Song, di sebuah desa yang terpencil, hiduplah seorang gadis muda bernama Li Ruyi. Ia adalah seorang yatim piatu yang ditinggalkan tanpa keluarga akibat kekejaman masa itu. Orang tuanya tewas di tangan pemberontak yang merajalela dan ia harus menjalani hidup sendirian.

Satu-satunya harta berharga yang dimilikinya adalah sebuah hiasan rambut yang terbuat dari kayu dan diukir dengan indah oleh ayahnya saat ia menginjak usia lima belas tahun. Hiasan itu merupakan satu-satunya kenangan yang tersisa dari orang tuanya.

Untuk bertahan hidup, Li Ruyi bekerja sebagai pembajak sawah untuk para saudagar kaya yang mempekerjakannya. Setiap minggu, ia hanya dibayar dengan sepuluh koin tembaga, yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun ia diberi makanan dan tempat tinggal oleh majikannya, tetapi ia tidak diberi alat yang memadai untuk bekerja di ladang.

Dalam usahanya untuk mendapatkan alat yang lebih baik, Li Ruyi akhirnya memutuskan untuk menukar hiasan rambut ayahnya dengan sebatang cangkul di pasar. Meskipun keputusannya ini pahit, ia tahu bahwa cangkul akan memungkinkan dirinya untuk bekerja dengan lebih efisien.

Waktu berjalan, Dinasti Song pun berganti menjadi Dinasti Tang, dan pekerjaan Li Ruyi sebagai pembajak sawah berlanjut. Pada musim dingin, ketika ia tidak dapat bekerja di ladang, ia merasa perlu menemukan cara agar bekerja lebih efektif saat tiba musim panen. Sebuah ide cerdas muncul dalam benaknya. Ia membujuk sang saudagar yang mempekerjakannya untuk meminjamkan seekor sapi untuk membajak sawah. Dengan sapi, ia yakin ia dapat meningkatkan produktivitas.

Sang saudagar setuju dengan ide ini dan memberi Li Ruyi izin untuk menggunakan sapi tersebut. Li Ruyi kemudian menukar cangkul miliknya ditambah beberapa koin uang untuk sebuah alat pembajak sawah yang bisa dipasangkan di punggung sapi. Musim berikutnya, sawah-sawah yang ia kerjakan menjadi lebih subur dan panen melimpah. Namun, suatu perubahan besar datang dalam hidupnya.

Sang saudagar berencana mengadakan pesta pernikahan yang megah untuk anak lelakinya. Semua karyawan dan pelayan diajak untuk berpartisipasi dalam persiapan pesta, termasuk Li Ruyi yang diberikan tugas untuk merapikan kebun belakang rumah sang saudagar.

Saat bekerja di kebun, Li Ruyi menyadari bahwa ini bisa menjadi kesempatan emas. Dia berencana untuk menjual alat pembajak sawah miliknya ke petani-petani tetangga. Dengan kepiawaian berbicara yang dimilikinya, ia berhasil menukar alat pembajak sawah dengan sehelai kain katun merah keemasan dari para petani.

Dengan kain ini, Li Ruyi pergi ke pasar dan membeli alat menjahit, yang digunakan untuk menjahit sebuah gaun yang cantik untuk dirinya sendiri. Saat pesta, Li Ruyi mengenakan gaun merah keemasan itu dan menjalankan tugasnya dengan cermat, melayani tamu-tamu dengan sopan dan ramah. Sang saudagar terkesan dengan dedikasi dan kerja kerasnya. Sang saudagar memutuskan untuk mempekerjakannya sebagai pelayan putrinya. Ruyi akhirnya tinggal di dalam rumah sang saudagar dan merasakan kenyamanan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Waktu berlalu dan sang saudagar jatuh sakit. Meskipun banyak tabib dari seluruh penjuru negeri diundang, penyakitnya tak kunjung sembuh. Istri sang saudagar yang merasa putus asa, akhirnya menerima tawaran Li Ruyi untuk berdoa di sebuah taokwan di atas gunung. Di sana Li Ruyi berdoa dengan tulus agar sang saudagar bisa sembuh. Ia juga berjumpa dengan seorang pendeta Tao yang bersedia memberikan resep obat langka, yang diharapkan dapat menyembuhkan sang saudagar.

Resep obat tersebut ternyata mampu menyembuhkan sang saudagar. Dalam beberapa minggu, sang saudagar sudah mampu berbincang-bincang dan beranjak dari tempat tidurnya. Sang saudagar yang telah sembuh itu ingin memberikan hadiah kepada Li Ruyi. Namun, Li Ruyi menolak dan hanya merasa bersyukur bahwa sang saudagar telah pulih. Sang saudagar yang tersentuh oleh ketulusan hati Ruyi memutuskan untuk membiayai pendidikan Ruyi agar ia bisa belajar dan memiliki masa depan yang lebih baik. Ia juga membangun sebuah rumah sederhana bagi Ruyi.

Kisah gadis pembajak sawah yang jujur dan tekun ini mengajarkan kepada kita tentang nilai kerja keras, kebijaksanaan dalam mengambil peluang, dan ketulusan hati yang selalu dihargai. Bahkan dalam situasi sulit, kebaikan hati dan usaha keras dapat membawa perubahan positif dalam hidup seseorang.