Mukjizat itu Tidak Ada, yang Ada adalah Sebab Akibat dan Proses

Mungkin akan timbul pro dan kontra saat kita membaca judul artikel ini. Apakah mukjizat benar-benar ada atau hanya sebuah istilah untuk menggambarkan sesuatu yang ajaib dan di luar nalar kita? Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), mukjizat diartikan sebagai kejadian/peristiwa ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia.

Mukjizat bukanlah sesuatu yang dapat diperoleh dengan instan atau hanya dengan menangis dan memohon kepada Dewa-dewi untuk dikabulkan. Meskipun Dewa-dewi sangat welas asih, tetapi mungkin dapat digambarkan demikian. Dewa-dewi ingin menolong manusia, tetapi pertolongan mereka harus tunduk pada hukum dan sistem yang tidak dapat diganggu gugat, yaitu hukum alam atau hukum Tao yang adil.

Jika terdapat mukjizat (qi ji) yang terjadi seakan-akan ajaib dan di luar nalar, mungkin itu disebabkan karena kita belum dapat menjangkau dan sepenuhnya memahami alasan di balik kejadian tersebut. Di dunia ini tidak ada yang instan. Setiap kejadian adalah hasil dari suatu proses.

Ada sebuah kisah nyata dari seorang taoyu yang menceritakan bahwa pada suatu pagi saat sedang berkendara sepeda motor, ia mengalami mukjizat (qi ji). Saat itu, ia hendak pergi membeli sesuatu. Di tengah perjalanan, taoyu tersebut mendapat bisikan dari Dewa melalui telinganya untuk menghentikan kendaraannya dan menepi. Akan tetapi, dia tetap melanjutkan perjalanan dan mengabaikan kata-kata Dewa. Tak lama, suara teriakan yang tegas dan lebih nyaring terdengar di telinganya, “Berhenti! Saya Er Lang Shen.” Taoyu tersebut langsung menekan pedal rem motor dan berhenti. Pada detik itu juga, tepat di depannya, terjadi kecelakaan lalu lintas yang cukup hebat. Sontak taoyu tersebut menangis dan berterima kasih kepada Dewa karena sudah menyelamatkannya dari bahaya. Dari kisah ini, apakah ini dapat dianggap sebagai mukjizat atau qi ji

Sebenarnya ini bukanlah kebetulan atau kejadian yang begitu saja terjadi. Ada sebab akibat dan proses-proses yang membuat kejadian ini terjadi. Saya sebagai penulis akan mencoba memberikan analisis. Kebetulan saya kenal baik dengan taoyu tersebut. Beliau adalah seorang yang giat, rajin, dan aktif di taokwan. Ia rajin berlatih lian gong dan memiliki hati yang baik. Kemungkinan besar, taoyu tersebut telah menabung banyak amal kebaikan sehingga saat bahaya datang, ia mampu melewatinya dengan mulus dan nasib buruk tidak menimpanya. Karena sifat baiknya, dia mendapatkan pendengaran gaib saat itu. Hal ini tentu saja tidak didapatkan secara instan atau tiba-tiba, melainkan sebagai hasil dari jam terbang atau intensitas latihan lian gong-nya. Segala sesuatu terjadi pasti ada sebab musababnya, hanya saja terkadang hal-hal ini masih di luar nalar atau logika kita.

Dalam kitab Er Lang Shen tertulis, “Nasib manusia ada pasang surut juga. Meskipun ini adalah takdir, tetapi yang berbudi, yang baik hati, yang belajar Tao, yang mengerti Tao, ketika nasib malang, sialnya dikurangi setengah. Ketika nasib jaya, rezeki ditambah empat sampai lima bagian.” Sudah jelas bahwa manusia yang memiliki budi dan hati yang baik, yang xiu Dao dengan benar, banyak berbuat kebaikan, terus meningkatkan kesadaran, serta merevisi diri ke arah yang lebih baik mampu memudahkan intervensi Dewa dalam kehidupannya.

Kita adalah pemilik nasib kita sendiri, mewarisi hasil dari perbuatan-perbuatan kita sendiri. Perbuatan apa pun yang akan kita lakukan, baik atau buruk, akan menjadi warisan kita. Ingatlah, tidak ada yang instan, dan hasil tidak akan mengkhianati usaha.