Tahun lalu, sebuah kecelakaan pesawat di hutan Kolombia hanya menyisakan empat penumpang yang selamat, yaitu empat orang kakak beradik berusia 13, 9, 4 tahun, dan seorang bayi. Setelah kecelakaan itu, selama 40 hari penuh ketidakpastian, tim penyelamat dari Kolombia menyisir hutan dengan harapan menemukan mereka dalam keadaan hidup. Akhirnya , mereka berhasil.
Setiap orang tua mungkin dapat membayangkan kengerian yang dialami anak-anak tersebut. Tidak hanya harus mencari air minum dan makanan, serta membedakan antara tanaman yang dapat dimakan dan yang beracun, tetapi mereka juga berada di tempat yang menjadi rumah predator berbahaya, seperti ular berbisa dan macan.
Namun, sebuah keajaiban terjadi. Setelah 40 hari, keempat anak itu ditemukan bersama dalam keadaan hidup. Bagaimana ini bisa terjadi? Kita sering percaya bahwa anak-anak tidak mampu melakukan banyak hal. Kita berpikir bahwa mereka membutuhkan hukuman dan penghargaan untuk belajar benar dan salah, perlu dilindungi dari bahaya seperti penggunaan pisau tajam, serta membutuhkan arahan, koreksi, dan kontrol yang konstan untuk belajar bagaimana berbicara, bertindak, dan bergerak.
Upaya mengarahkan atau mengontrol setiap gerakan anak kita dapat mengubah niat baik menjadi sesuatu yang negatif, yakni membuat anak-anak merasa tidak kompeten. Anak-anak belajar melalui pengamatan, peniruan, dan bermain. Mereka lahir dengan motivasi intrinsik untuk melihat dan meniru kita. Mereka ingin membantu dalam setiap hal yang kita lakukan.
Inilah sebabnya mengapa balita senang ikut menyapu saat kita menyapu dan sering kali menjadi sangat rewel jika kita tidak membiarkan mereka melakukannya sendiri. Ini adalah cara mereka untuk menjadi anggota keluarga yang kooperatif.
Anak-anak juga memiliki motivasi intrinsik untuk belajar melalui permainan. Mereka bermain dengan apa saja yang mereka lihat di sekitar mereka. Misalnya, seorang balita yang masih disusui atau melihat adiknya disusui mungkin akan menyusui boneka atau mainan binatang mereka. Lebih dari itu, anak-anak memahami dunia dan peran mereka melalui kita. Ketika kita tidak mengizinkan mereka berpartisipasi dalam pekerjaan rumah, kita memberi isyarat bahwa membantu bukanlah bagian dari peran mereka.
Jika kita terus-menerus campur tangan dan memberi tahu mereka bagaimana cara bergerak di dunia, mereka akan belajar bahwa orang lain bertanggung jawab atas mereka dan tidak mempercayai intuisi mereka sendiri. Ketika kita terus-menerus memberi hadiah atau menghukum mereka, mereka akan belajar bahwa mereka adalah tipe orang yang perlu dihukum untuk melakukan hal yang benar.
Ketika kita melarang mereka memanjat pohon atau menggunakan pisau tajam, mereka belajar bahwa mereka tidak bisa mempelajari aktivitas berbahaya dengan aman. Perlahan-lahan, mereka menginternalisasi keyakinan yang membatasi diri mereka dan menjadi takut untuk mencoba sesuatu atau melakukannya tanpa menyadari batas kemampuan mereka sebagai bentuk pemberontakan terhadap kontrol kita.
Anak-anak yang selamat dari kecelakaan pesawat tersebut dibesarkan dalam adat tradisional di dekat kawasan hutan. Masyarakat mereka memiliki pandangan yang sangat berbeda tentang anak-anak. Mereka melihat anak-anak sebagai makhluk yang mampu dan layak dihormati sejak lahir.
Mereka memberikan kebebasan dan otonomi penuh kepada semua anak, termasuk balita. Anak-anak tidak terus-menerus diberitahu apa yang harus dilakukan atau dikatakan. Mereka tidak dilarang memanjat pohon atau menggunakan pisau tajam.
Anak-anak dibenamkan dalam dunia orang dewasa. Mereka melihat orang tua atau orang dewasa lainnya melakukan pekerjaan rumah. Seorang anak berusia 12 bulan mungkin membantu ibunya melempar sayuran yang telah dipotong ke dalam mangkuk. Anak berusia 2,5 tahun mungkin memotong sayuran yang lebih lembut dengan pisau tajam.
Akan tetapi, orang tua tidak hanya menyerahkan pisau kepada anak mereka dan berharap semuanya aman. Mereka memperhatikan anak mereka. Ketika mereka tahu anak tersebut masih terlalu kecil untuk menggunakan pisau tajam, mereka menyuruh anak itu untuk mengamati terlebih dahulu. Mereka menunjukkan bahwa pisau itu dapat melukai. Ketika mereka merasa anak sudah siap, mereka mengizinkannya untuk menggunakan pisau dengan pengawasan ketat, seperti jaring pengaman, siap membantu jika diperlukan. Hal ini memungkinkan anak-anak mengembangkan kepercayaan diri dan kompetensi.
Anak-anak tumbuh dalam komunitas orang dewasa yang penuh kasih sayang, yang selalu siap memberikan dukungan emosional dan fisik kapan pun mereka membutuhkannya. Bayi dan balita sering kali melakukan kontak fisik dengan orang dewasa yang peduli. Kapan pun mereka merasa takut atau menangis, seseorang akan menggendong mereka. Mereka belajar, pada tingkat fisiologis yang mendalam, bahwa mereka diinginkan dan diterima. Mereka belajar untuk mempercayai diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia. Hal ini juga membantu mereka bertahan hidup sendirian.
Berbeda dengan budaya Barat pada umumnya, budaya masyarakat tradisional masih terhubung dengan kebutuhan dasar anak-anak untuk berkembang dan menjadi anggota yang kompeten dan percaya diri dalam kelompok mereka. Mungkin sudah saatnya kita berhenti mencoba membantu masyarakat tradisional dengan menerapkan standar barat seperti sekolah formal yang hanya berfokus pada kemampuan kognitif.
Dari perspektif ini, kelangsungan hidup keempat anak yang mengalami kecelakaan pesawat dan bertahan hidup di hutan itu, meskipun luar biasa, mungkin bukanlah sebuah keajaiban, atau bisa juga disebut sebagai keajaiban yang menyelimuti insiden tersebut.