Sejak zaman dahulu kala manusia sudah mengalami kesulitan dengan pengendalian emosi mereka. Kita tidak mampu mengendalikan emosi karena kita tidak memahami apa sebenarnya emosi itu dan tidak mengerti bagaimana cara emosi bekerja. Emosi sering kali identik dengan kemarahan atau amarah yang meluap-luap. Namun, sebenarnya emosi lebih dari itu. Kondisi emosi seseorang mencakup emosi kegembiraan, kekecewaan, kesedihan, dan masih banyak lagi.
Emosi itu seperti sebuah koin yang mempunyai dua sisi. Di satu sisi, emosi adalah gambaran kondisi pikiran kita, sedangkan di sisi yang lain terdapatlah perasaan. Kedua sisi ini saling memengaruhi satu sama lain. Coba kita sejenak memejamkan mata dan memikirkan sebuah peristiwa yang menjengkelkan. Jika kita fokus melakukannya, jantung kita akan mulai berdetak dengan kencang dan lubang hidung kita akan kembang kempis seperti seseorang yang sedang marah dan jengkel. Begitu pula ketika kita memikirkan atau membayangkan sebuah peristiwa yang membuat kita sedih atau kecewa, bukan tidak mungkin kita akan meneteskan air mata. Raut muka kita juga akan terlihat sedih dan murung.
Perasaan kita mencerminkan apa yang dipikirkan oleh kita saat itu dan emosi hanyalah pancaran dari keduanya yang tumpah ruah secara berlebihan. Sayangnya, sering kali kita mencurahkan emosi kita dengan tidak wajar. Marah berlebihan sehingga melakukan tindak kekerasan. Kecewa dan sedih berlebihan sehingga kita jatuh depresi berkepanjangan. Bahagia berlebihan sehingga kita lupa daratan dan tidak mengindahkan kehidupan yang ada di depan mata.
Lantas bagaimana kita mengendalikan emosi kita? Jawabannya ada pada kontrol pikiran kita. Sering kali kita terlalu serius menanggapi apa yang kita pikirkan. Masalah yang sebenarnya tidak ada, menjadi ada karena kita memikirkan dan mengasumsikan hal yang tidak-tidak. Akhirnya kita jatuh pada kondisi mental yang buruk. Kita terbelenggu oleh pikiran kita sendiri sehingga tidak mampu menghadapi kenyataan hidup yang ada. Akhirnya, kondisi emosi dan mental kita pun terganggu. Seseorang lantas mudah marah hanya karena urusan sepele. Seseorang juga mudah terharu dan terlihat bahagia berlebihan tanpa alasan yang jelas. Tanpa adanya kontrol pikiran, kita hanya akan membuat hidup lebih sengsara. Kita hidup di dalam gelembung kenyataan yang dibuat sendiri.
Jika kita sering merasa marah, itu karena kita terus bergantung pada pikiran-pikiran yang membuat kita marah. Jika kita merasa lelah dan depresi, itu karena kita terus memendam pikiran-pikiran yang melunturkan semangat dan membebani kehidupan kita.
Oleh karena itu, kita perlu melakukan jing zuo dengan giat setiap malam. Dengan jing zuo, kita mampu mengembalikan kondisi pikiran kita yang semrawut menjadi hening, bening, dan jernih. Luangkanlah waktu sejenak sebelum tidur untuk melakukan jing zuo secara rutin. Dengan demikian, pikiran-pikiran yang tidak kita perlukan tidak mengambang di alam bawah sadar kita dan mengganggu kehidupan kita sehari-hari.
Dengan meringankan beban pikiran, kita memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk berpikir dengan jernih sebelum bereaksi dengan penuh emosi. Pada saat itu pula, kebijaksanaan dalam diri kita muncul ke permukaan. Dimulai dari kesadaran (wu) tentang perlunya melakukan jing zuo untuk mengendalikan pikiran dan kondisi mental kita, muncullah kebijaksanaan.
Tentu saja perasaan, seperti marah, sedih, gembira, dan kecewa tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi, reaksi berlebihan kita terhadap hal-hal tersebut dapat dikontrol sehingga tidak ada lagi emosi-emosi berlebihan yang muncul ke permukaan lewat tindak tanduk kita di dalam masyarakat.