Tak Sadar untuk Kembali (执迷不悟 zhí mí bù wù)

Setiap orang ingin mempunyai nasib baik dan kehidupan yang sehat bahagia. Nasib baik menjadi dambaan setiap manusia, termasuk kita-kita yang menjalani proses siutao. Namun kenyataannya, tidak semua orang dapat mempunyai nasib yang baik. Apakah nasib buruk bisa dirubah? Jawabannya tentu bisa, tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Salah satunya adalah dengan cara bertobat.

Dalam buku kuning ciang ie kita rev.2014 halaman 97, tertulis ada empat cara merubah nasib. Pertama adalah cara bertobat, kedua adalah cara memupuk jasa/amal, ketiga adalah dengan keuletan tekad, keempat adalah dengan cara ci suak, dilakukan oleh yang Tao-nya tinggi baru berguna dan juga sejalan dengan amal dan jasa yang bersangkutan.

Dari keempat cara merubah nasib tersebut, nomor satu sampai tiga sebetulnya adalah usaha sendiri, yakni mengandalkan niat, tekad dan kekuatan diri sendiri untuk memperbaiki nasib kita sendiri. Hal ini memperkuat pandangan bahwa nasib ada di tangan kita sendiri.

Cara bertobat misalnya, merupakan cara yang cukup mudah dijalani. Tetapi banyak juga yang masih kesulitan untuk menjalaninya. Dalam buku kuning ciang ie diterangkan bahwa, cara bertobat/ mendusin harus dilakukan dengan kesungguhan hati, karena cara ini merupakan perluasan lahir dan batin, dapat mempertipis sebab-sebab buruk dan memperoleh perubahan.

Siutao ibarat sebuah perjalanan yang sangat panjang. Dalam perjalanan yang panjang ini, dan semakin jauh kita berjalan, kadang-kadang mengalami kelelahan, kejenuhan dan bisa-bisa sedikit melenceng atau salah arah. Ini merupakan hal yang wajar dan sering terjadi. Maka sering disarankan untuk selalu mengisi pikiran kita dengan asupan-asupan positif dengan mendengarkan ciangtao-ciangtao yang membangun, membaca buku kuning ciang ie, mendengarkan lagu-lagu Tao, berteman dan berdiskusi dengan taoyu-taoyu dan senior yang mempunyai arah yang benar, niscaya akan membawa kebaikan dan kemajuan siutao kita.

Dengan berada di dalam lingkungan positif, dan selalu menerima asupan-asupan yang positif pula, maka pada saat kita sedikit tersesat, akan cepat-cepat tersadarkan untuk kembali ke arah yang benar. Pada saat arah siutao kita mulai buram, selalu ada teman-teman taoyu yang mengingatkan, mengarahkan dan membantu, sehingga tidak sampai terperosok ke dalam jurang kesalahan yang lebih dalam lagi.

Sayangnya kesadaran tiap individu berbeda-beda. Ada yang cepat mengerti dan sadar untuk kembali, ada pula yang kurang cepat sadar untuk kembali ke jalan siutao yang benar. Semuanya bergantung kepada kejodohan masing-masing. Hati nuranilah yang bisa menentukan kejodohan baik atau buruk.

Hati nurani terdalam seseorang umumnya menjadi pengingat pada saat dirinya sudah tidak berada di jalan yang benar. Suara yang lembut dan sayup-sayup dalam batin seringkali berontak dan tidak bisa kompromi untuk menjalani hidup yang menjauhi jalan Tao.

Apakah seseorang mau mendengarkan dan mengikuti hati nuraninya terdalam? Ataukah menekan suara-suara kebenaran yang muncul dalam batinnya sendiri dan mengikuti kemauan egonya? Di sinilah letak perbedaan tingkat kesadaran seseorang.

Yang mau mendengarkan panggilan hati nuraninya yang terdalam, andaikan tersesat pun akan cepat-cepat kembali ke jalan yang benar (迷途知返 mí tú zhī fǎn). Sementara yang selalu menekan hati nuraninya sendiri demi menuruti egonya, tersesat pun tidak sadar untuk kembali (执迷不悟 zhí mí bù wù), sungguh sangat disayangkan.