Batin yang Baik Mengalahkan Ilmu Lain

Konon, di kota Shanghai, Tiongkok, hiduplah seorang pengusaha sukses yang bahagia bersama istri dan anak perempuan yang sangat mereka kasihi. Suatu hari, pengusaha tersebut menghabiskan uang yang tidak sedikit untuk membeli tanah yang hendak ia bangun menjadi tempat tinggal mewah. Di depan rumah pengusaha tersebut ditanam pohon lengkeng yang menghasilkan buah lengkeng terenak di seluruh Tiongkok. Konon, satu pohon hampir seharga mobil.

Pengusaha tersebut sengaja menanam beberapa pohon lengkeng karena istri dan putrinya sangat menyukai buah lengkeng. Ada seorang kawan dekat pengusaha tersebut yang terus mendesaknya untuk memanggil seorang ahli fengsui yang sangat hebat untuk melihat rumah mewah miliknya. Pengusaha tersebut tidak terlalu memikirkan fengsui dan cukup cuek akan hal tersebut. Namun karena dia terus didesak kawannya, akhirnya ia setuju untuk memanggil ahli fengsui yang tinggal di Beijing.

Master Lung adalah nama ahli fengsui tersebut, yang sudah berpengalaman selama 35 tahun dan terkenal di seluruh Tiongkok. Pada hari kedatangan Master Lung, pengusaha tersebut yang menjemputnya sendiri dan berangkat menuju rumah mewah yang hendak dilihat.  Sepanjang jalan mereka banyak berbicara tentang banyak hal.

Di sepanjang jalan ketika ada mobil yang membunyikan klakson dan hendak menyalip, si pengusaha selalu melambat dan memberi jalan. Master lung sambil tersenyum berkomentar, “Anda mengemudi dengan baik dan begitu aman. Anda benar-benar senang mengalah.”  Pengusaha menjawab, “Biasanya orang yang hendak menyalip dan membawa mobil dengan laju cepat, mempunyai beberapa alasan yang mendesak, jadi seharusnya kita tidak menahannya dan bisa memahami hal tersebut.”

Sesampainya di sebuah jalan yang lebih sempit, sang pengusaha memperlambat mobilnya. Seorang anak tiba-tiba berlari keluar dari sebuah gang, tertawa riang sambil melintasi jalan. Melihat hal tersebut, pengusaha langsung menghentikan mobilnya. Dia terus menunggu sambil menatap ke gang, seakan sedang menunggu sesuatu, dan benar, tiba-tiba anak lain melesat keluar, berlari kencang mengejar anak tadi yang berada di depannya.

Master Lung terkejut dan bertanya, “Bagaimana Anda tahu akan ada anak lain yang mengikuti?” Sang pengusaha menjawab, “Sebenarnya anak-anak selalu saling mengejar satu sama lain dan tidak mungkin seorang anak berada dalam kegembiraan seperti itu tanpa teman bermain.” Master Lung kagum dan berkomentar, “Anda sangat perhatian, peduli pada orang lain, dan mempunyai analisis yang baik”.

Sesampainya di depan rumah yang hendak dilihat oleh Master Lung, tiba-tiba terdengar suara tawa anak-anak dan sekitar 8-9 ekor burung terbang dari halaman pengusaha tersebut. Melihat hal tersebut pengusaha berkata kepada Master Lung, “Jika tidak keberatan, tunggu sebentar.”  Master Lung bertanya dengan bingung, “Ada apa?” “Oh, tidak apa-apa, hanya saja mungkin ada beberapa anak yang sedang mencuri buah lengkeng di halaman rumah. Jika kita masuk sekarang, saya khawatir akan membuat mereka panik dan ketakutan sehingga dapat menyebabkan anak yang sedang mencuri mungkin terjatuh,” pengusaha menjawab sambil tersenyum.

Master Lung terdiam beberapa saat lalu berkata, “Sejujurnya, rumah Anda ini tidak memerlukan evaluasi fengsui lagi.” Pengusaha terkejut lalu bertanya, “Mengapa begitu?” “Setiap tempat yang Anda miliki dan tempati secara alami telah menjadi properti dengan fengsui yang otomatis baik dan membawa hoki. Kebaikan hati adalah hal utama yang harus dimiliki seseorang dan ini mengalahkan ilmu fengsui.”

Bila pikiran dan kebaikan hati kita memprioritaskan kedamaian dan kebahagiaan orang lain, yang beruntung bukan hanya orang lain, tetapi juga diri kita sendiri. Bila seseorang memiliki kebaikan hati dan memperhatikan orang lain setiap saat, maka orang ini secara tidak sadar telah menjadi sumber energi positif. Dunia ini sebenarnya adalah wadah untuk belajar seni kehidupan. Memiliki batin yang baik dan senantiasa merevisi diri ke arah yang lebih baik adalah tugas kita hingga akhir hayat.

”Jika kita berbuat baik, walaupun rezeki belum datang, malapetaka sudah menjauh.
Jika kita berbuat jahat, walaupun malapetaka belum datang, rezeki sudah menjauh.”

(Buku Siu Tao menuju Kesempurnaan versi 1996)