Energi di Balik Kata-kata

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti memerlukan kata-kata untuk berkomunikasi dengan sesamanya, terutama dengan keluarganya sendiri. Tanpa menggunakan kata-kata, komunikasi akan menjadi sangat sulit karena maksud dan keinginan masing-masing tidak dapat tersampaikan secara jelas.

Namun, di sisi lain, kata-kata juga dapat menjadi senjata yang tajam dalam menularkan emosi kita kepada orang lain. Tanpa disadari, saat kita berbicara, kita menyalurkan energi pikiran kita kepada lawan bicara. Apa pun yang kita pikirkan, serta emosi apa yang muncul di dalam benak kita, akan dengan cepat tersebar ke sekeliling kita melalui kata-kata.

Saat kita merasa bahagia, kata-kata yang kita sampaikan akan membuat orang-orang yang mendengarnya juga merasa nyaman. Energi kebahagiaan tersebut juga dapat dirasakan kesejukannya oleh lawan bicara dan orang-orang di sekitar kita.

Saat kita merasa kesal, kata-kata yang keluar dari mulut kita sering kali berupa omelan, keluhan, dan ekspresi ketidakpuasan, yang dapat membuat pendengar merasa tidak nyaman. Energi negatif yang tersalurkan juga dapat membuat lawan bicara merasa tidak nyaman, bahkan terbawa perasaan kesal dan marah.

Begitulah kekuatan kata-kata dan energi yang menyertainya akan memengaruhi orang-orang yang kita ajak bicara. Dalam proses kita belajar Tao, bagaimana kita menyampaikan pesan dan menularkan energi kepada sesama menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Setiap kali kita pulang ke rumah dan berbicara kepada istri/suami dan anak-anak, pesan yang kita sampaikan kepada mereka lambat laun akan memengaruhi keluarga kita sendiri.

Misalnya, seseorang yang selalu menceritakan hal-hal buruk tentang orang lain ketika pulang ke rumah dan menyatakan dirinya sebagai korban ketidakadilan, lambat laun pesan dan energi negatif ini akan menyebar dan menular di dalam keluarga. Akibatnya, anggota keluarga mungkin akan turut membenci orang tersebut tanpa alasan atau bukti yang cukup, dan nuansa energi kebencian akan terasa kuat dalam lingkungan keluarga tersebut.

Kondisinya akan berbeda jika kita mengelola emosi kita sebelum berbicara dan menyampaikan pengalaman kita dengan kata-kata dalam suasana yang santai tanpa disertai emosi negatif. Dengan demikian, energi yang kita sampaikan juga akan menjadi positif. Dengan cara ini, tidak akan ada lagi pengaruh buruk yang kita sampaikan kepada pendengar di sekitar kita.

Jangan biarkan keluarga kita menjadi “tong sampah” setiap emosi negatif kita, yang kita tularkan melalui kata-kata! Hal ini membawa pengaruh buruk, yang pada akhirnya keluarga kita juga akan memancarkan energi yang buruk pula kepada kita. Sebaliknya, bawalah emosi yang positif dan optimis untuk keluarga melalui kata-kata yang membawa pengaruh baik sehingga keluarga kita juga akan memancarkan energi yang baik kepada kita.

Orang bijak mengatakan bahwa kita seyogyanya menyebarkan kebaikan-kebaikan seseorang dan menyimpan keburukannya (隐恶扬善, yǐn è yáng shàn). Dengan demikian, kita tidak lagi terlibat dalam gosip tentang keburukan orang lain dan mengurangi pikiran negatif dalam diri kita sendiri.

Inilah yang dinamakan hukum timbal balik, hubungan sebab akibat (因果关系, yīn guǒ guān xì), seperti kata-kata mutiara “种瓜得瓜,种豆得豆” (zhòng guā dé guā, zhòng dòu dé dòu), yang dalam bahasa Indonesia berarti “apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai”.  Bagaimana dunia merespon kita, sebetulnya kita sendiri yang menentukan.

“Saat kita memancarkan energi negatif ke lingkungan, lingkungan akan merespon dengan energi negatif pula. Saat kita memancarkan energi positif, lingkungan akan merespon dengan energi positif.“