Filosofi Jus Jeruk

Dalam sebuah rumah yang sederhana, tinggal sebuah keluarga kecil yang bahagia. Sang ayah berada di dapur, menyiapkan sarapan untuk anak perempuannya yang menunggu di meja makan. Sang ayah membuatkan anaknya telur orak-arik dan roti panggang. Sementara itu, sang anak memegang sebuah jeruk segar di tangan kanannya dan berkata, “Ayah, buatkan aku segelas jus jeruk.”

Sang ayah mengambil jeruk segar itu dari tangan si anak, kemudian bertanya, “Kamu tahu, jika jeruk ini diperas atau ditekan, apa yang akan keluar dari dalamnya?”

“Tentu saja sari buah jeruk, Ayah,” jawab si anak perempuan.

“Kamu benar. Jika jeruk ini diperas, maka yang keluar adalah sari buah jeruk dan bukan sari buah apel ataupun anggur,” kata sang ayah.

Anak perempuan itu hanya duduk di seberang meja dengan pandangan yang bingung. Dengan senyum lembut, sang ayah melanjutkan kata-katanya, “Ayah ingin kamu belajar sesuatu dari jeruk ini.” 

Sang ayah memotong jeruk menjadi dua bagian, mengambil sepotong, lalu memerasnya dengan perlahan. Air jeruk segar mulai mengalir keluar dan mengisi gelas di depan mereka. 

“Jeruk ini mengajarkan kita bahwa saat ia ditekan, yang keluar adalah jus jeruk dan bukan jus anggur ataupun apel. Apa yang keluar dari jeruk adalah apa yang ada di dalam jeruk. Begitu juga dengan kehidupan kita. Ketika kita ditekan oleh kata-kata kasar atau penilaian buruk dari orang lain, reaksi yang keluar dari diri kita terkadang adalah amarah dan dengki. Kita tidak bisa menerima semua itu, dan hal-hal buruk itulah yang sebenarnya ada di dalam diri kita.”

“Jadi, jika seseorang menyakiti dan menghina kita, reaksi kita harus positif seperti jus jeruk yang manis ini?” tanya si anak perempuan. 

Sang ayah berkata, “Kita tidak mampu mengubah tindakan atau kata-kata orang lain, tetapi kita mampu mengendalikan reaksi kita terhadapnya. Jika kita tidak suka dengan apa yang keluar dari dalam diri kita, sebaiknya kita merevisi diri agar dapat menanggapi dengan lebih tenang dan bijak.”

Anak perempuan itu merenung sejenak, kemudian membalas, “Tetapi Ayah, kadang sulit untuk tidak marah dan kesal ketika seseorang menghina dan mencaci maki kita.”

“Benar sekali, Anakku. Ini adalah tantangan dalam kehidupan. Jika kita bisa mengubah apa yang keluar dari dalam diri kita sedikit saja, maka kita akan merasa lebih baik setelahnya.”

Sang ayah mengelus kepala si anak dengan penuh kasih sayang, “Ayah tahu kamu pasti bisa melakukannya. Ingatlah selalu filosofi jus jeruk ini dalam setiap situasi sulit yang kamu hadapi, maka kamu akan tumbuh menjadi pribadi yang bijak dan kuat.”

Mereka berdua kemudian menikmati sarapan dan segelas jus jeruk segar yang sudah mereka buat bersama-sama dengan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya memberikan reaksi positif untuk menjaga kebahagiaan dan kedamaian di dalam hidup.