Kisah Pohon Ek dan Rumput Ilalang

Di sebuah perbatasan desa terdapat pohon ek besar yang menjulang tinggi. Di bawahnya terdapat sumber mata air yang mengalir menuju sungai dan di sekitarnya tumbuhlah rerumputan hijau yang mengular mengikuti aliran sungai dan liuk-liuk jalan setapak. Pohon ek itu sudah berusia ratusan tahun. Dahan-dahannya yang besar, menjulang, melebar, dan menutupi rerumputan. Daun-daunnya yang hijau dan lebat berkilauan jika terkena matahari. Sungguh pemandangan yang elok. Setiap kali penduduk desa melewati perbatasan, mereka selalu beristirahat sejenak di bawah pohon ek tersebut dan minum mata air yang ada di sana, sedangkan rumput-rumput di sana hanya menjadi sasaran tapak kaki orang-orang yang lewat.

Merasa iri dengan keagungan pohon ek, rumput ilalang bertanya, “Aku juga ingin bisa tumbuh tinggi dan gagah seperti dirimu, Pohon Ek. Bagaimana caranya?” 

Dengan bijaksana pohon ek menjawab, “Aku bisa tumbuh tinggi karena akar-akarku yang panjang dan kuat.” 

Mendengar hal itu, rumput ilalang berusaha menumbuhkan akar-akarnya di dalam tanah. Setelah beberapa minggu, rumput ilalang itu sudah tumbuh hingga dua kali lipat. Akan tetapi, ia belum puas. “Pohon Ek, aku sudah menumbuhkan dan menguatkan akar-akarku serta tumbuh sedemikian tinggi. Namun tinggiku ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan dirimu. Apalagi yang harus kulakukan?”

“Wahai temanku, aku bisa tumbuh tinggi dan besar karena aku mempunyai dahan-dahan yang besar dan kokoh.”

Sekali lagi, rumput ilalang itu berusaha menumbuhkan dirinya. Selama beberapa minggu berikutnya, rumput ilalang telah tumbuh hingga lebih dari satu meter. Namun, sayangnya itu belum cukup bagi dirinya. “Pohon ek, semua nasihatmu sudah kulakukan, tetapi mengapa aku hanya begini-begini saja? Tidakkah ada cara lain?”

“Engkau sudah mampu tumbuh setinggi ini saja sebenarnya sudah cukup hebat. Lantas apalagi yang Engkau inginkan?”

“Aku ingin bisa tumbuh tinggi menjulang melebihi dirimu!”

“Jika memang itu yang Engkau inginkan, aku tidak dapat membantumu.”

Keesokan harinya, segerombolan penduduk desa berjalan menelusuri jalan setapak hendak melewati perbatasan desa. Namun karena rumput ilalang yang menjulang tinggi, mereka kesulitan untuk melanjutkan perjalanan. Salah seorang dari mereka akhirnya mengeluarkan parangnya dan berteriak, “Rumput ilalang ini benar-benar mengganggu!” Ia membabat habis rumput ilalang yang tumbuh di sekitar perbatasan desa sehingga jalan setapak dapat terlihat oleh para penduduk desa yang lain. 

Kehidupan kita kadang seperti cerita di atas. Kita tentu memiliki cita-cita dan keinginan yang ingin kita capai di dalam kehidupan kita. Kita juga tentu berusaha keras dengan sekuat tenaga untuk mencapai tujuan tersebut. Namun sayangnya, dalam perjalanan menuju tempat tujuan, kita lalai. Kita melupakan siapa jati diri kita dan berusaha memiliki lebih. Ambisi yang berlebihan akhirnya justru berakibat fatal bagi diri kita. Jika saja kita mampu memahami peran kita di dalam kehidupan dan mampu menerimanya dengan kerendahan hati, maka kita dapat terhindar dari bencana. Sama juga halnya dengan rumput ilalang. Jika saja ia tidak ingin tumbuh sedemikian tinggi dan hanya tumbuh bergoyang diterpa angin  sepoi-sepoi, tentu ia tidak akan menemui ajalnya sedemikian cepat. 

Dapat menerima kenyataan yang ada memerlukan keberanian yang luar biasa, juga memerlukan tidak sedikit kerendahan hati. Dapat menerima diri kita apa adanya, tetapi tetap berjuang menjalani hidup sesuai dengan Tao dan bisa bersyukur atas apa yang kita terima di sepanjang hidup kita, merupakan kebijaksanaan yang tinggi.