Mendobrak Batasan Diri

Mari melakukan eksperimen sederhana dengan menanyakan kepada diri sendiri beberapa pertanyaan berikut! Dalam sebulan, berapa besar penghasilan yang mampu kita hasilkan? Dalam setahun, berapa banyak buku yang kita sanggup baca? Tentu kita akan mengetahui jawabannya. Tanpa disadari, hal ini merupakan ‘batasan’ yang kita labelkan pada diri sendiri. Coba bayangkan hasil tersebut sebanyak 2 kali lipat, maka otak kita akan langsung menganggapnya sebagai ‘tidak mungkin’ atau ‘di luar kemampuan’ sehingga kita pun tidak berusaha menggapainya. 

Namun, ternyata batasan ini akan menghambat perkembangan kita. Bila kita selalu melakukan hal-hal sebatas keyakinan kita, maka hidup kita juga tidak akan berbeda jauh dalam 10 tahun ke depan bukan? Bayangkan perbedaan nasib seseorang yang membaca 1 buku dalam 1 tahun dengan seseorang yang berusaha membaca 5 buku dalam 1 tahun. Kita harus selalu berusaha melakukan sesuatu yang lebih baik setiap harinya.

Batasan pertama yang harus kita dobrak adalah batasan sosial. Orang-orang di sekitar kita biasanya akan meremehkan, bahkan menertawakan ide gila kita tentang perubahan. Hal ini adalah reaksi wajar karena mereka berusaha membuat kita tidak melampaui batasan normal bagi mereka. Perubahan terlalu mengerikan untuk sebagian besar manusia. Sebagai contoh, keluarga dokter akan menganjurkan anaknya untuk menjadi seorang dokter yang sukses dan keluarga petani akan mengajarkan anaknya bahwa hamparan sawah adalah lumbung emas yang sebenarnya. Hal ini bukanlah mengenai benar dan salah. Kita tidak dianjurkan untuk menolak mentah-mentah nasihat yang bertentangan dengan keinginan kita. Riset dan analisis harus dengan baik kita lakukan sebelum memutuskan segala sesuatu. Kita juga harus ingat bahwa pada akhirnya hidup ini kita sendiri yang menjalani. Seberapa tinggi hasrat dan cita-cita kita adalah kita yang menentukan.

Batasan kedua adalah batasan fisik. Terdapat 2 jenis mindset yang dimiliki manusia mengenai hal ini. Ada orang yang beristirahat ketika ia merasa lelah. Ada juga orang yang beristirahat setelah target pekerjaannya tercapai. Raga adalah modal dasar kita menuju kesuksesan. Kita harus menjaga dan mengembangkan potensinya dengan gaya hidup sehat. Coba kita bayangkan, seberapa berbeda nasib seseorang yang lelah setelah bekerja 6 jam dengan seseorang yang masih bugar walaupun sudah bekerja 10 jam? Cerita seorang pelari bernama Roger Bannister menegaskan bahwa batasan fisik itu bisa dan harus dipecahkan. Pada tahun 1950-an semua orang beranggapan bahwa tidak mungkin untuk dapat berlari 1 mil dalam waktu kurang dari 4 menit. Para pelari tidak bisa memecahkan rekor waktu tersebut. Mereka menganggap rekor ini tidak mungkin dipecahkan secara fisik. Tubuh normal dianggap akan mengalami cedera apabila memaksakan diri untuk memecahkan rekor tersebut. Namun, pada tanggal 6 Mei 1954, Roger Bannister menggemparkan dunia dengan berlari 1 mil dalam 3 menit 59 detik. Anehnya lagi, 2 bulan setelah kejadian itu, rekor Bannister dikalahkan oleh orang lain. Hingga sekarang, rekor baru terus diciptakan hingga 3 menit 43 detik. Batasan hanyalah sesuatu yang manusia labelkan pada dirinya.

Batasan terakhir adalah pikiran dan perasaan kita. Otak dirancang untuk melindungi kita dari ancaman hidup, seperti kegagalan, ketakutan, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebelum memulai hal yang baru, banyak manusia sudah takut dan ragu terlebih dahulu karena pikirannya berusaha melindungi dirinya. Ketahuilah bahwa hal ini bukanlah sebuah fakta. Apa yang ditakuti oleh pikiran kita bukan berarti sesuatu yang harus kita hindari. Begitu juga dengan emosi. Manusia menjadi bersemangat ketika ia merasa senang dan menjadi lesu ketika ia merasa sedih. Terlalu banyak mengikuti emosi juga dapat menghambat perkembangan diri kita. Ingatlah bahwa kita selalu dapat memutuskan bagaimana harus bertindak, bukan menurut emosi kita! Dengarkan hati nurani, bukan pikiran yang membatasi! Jalankan hari-hari untuk menggapai apa yang penting bagi kita, maka kita akan terus berkembang dan memiliki kehidupan yang luar biasa.