Mengharapkan Anak menjadi Naga

Naga merupakan makhluk simbolis dalam mitologi Tiongkok. Naga digambarkan sebagai makhluk yang besar, misterius, dan mulia, yang menyimbolkan keagungan dan kekuasaan. Oleh karena itu, jubah-jubah kaisar Tiongkok bersulam gambar naga. Perabot-perabot kerajaan juga berukirkan gambar naga. Naga telah menjadi salah satu simbol dalam budaya Tionghoa yang sangat populer. 

Dalam masyarakat luas juga muncul perkataan “wàng zǐ chéng lóng ( 望子成龙,mengharapkan anak menjadi naga). Perkataan ini mengandung arti bahwa setiap orang tua mengharapkan anaknya bakal menjadi orang yang sukses dalam segala bidang. 

Harapan baik dari setiap orang tua ini, tentu tidak bisa hanya berhenti sebagai harapan. Namun, memerlukan usaha nyata untuk mewujudkannya. Hal ini tentunya terkait dengan banyak faktor, di antaranya kualitas bawaan si anak itu sendiri dan pendidikan yang baik dalam keluarga.

Pertama, setiap anak memiliki sifat-sifat bawaan, kualitas, dan kekhasannya sendiri. Ada anak yang kualitas kecerdasan intelektualnya biasa-biasa saja, ada juga yang pandai; ada anak yang kecerdasan emosionalnya rendah, ada juga yang baik; ada anak yang fisiknya kuat dan kekar, ada anak yang secara fisik kurang kuat; ada anak yang lebih pandai berbicara, ada anak yang lebih pendiam; dan seterusnya. Perkembangan masing-masing anak akan berbeda antara satu dan lainnya.

Sebagai orang tua, memahami kekhasan anaknya masing-masing sangatlah penting. Hal yang sering kali terjadi adalah harapan-harapan orang tua terhadap anaknya terlalu tinggi, atau tidak sesuai dengan realitas si anak sehingga menyebabkan si anak sangat terbebani secara mental. 

Misalnya, seorang anak yang kurang berbakat musik, tetapi karena orang tua mengikuti tren teman-temannya, maka menuntut anak untuk les musik dan menjadi pintar dalam bermain musik. Kegagalan anak dalam bermain musik dianggap sebagai kegagalan anak dalam kehidupan. Hal ini hanya akan menjadi beban buat si anak dan orang tua.

Kedua, pendidikan yang baik dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan kekhasan, keunikan, bakat, dan realitas masing-masing anak (因材施教 – yīn cái shī jiào). Harapan-harapan harus disesuaikan dengan realitas.

Misalnya, orang tua sangat ingin anaknya lulus kuliah tepat waktu. Namun, realitasnya karena kemampuan si anak belum mencapai standar, maka tidak bisa lulus tepat waktu. Harapan tinggi orang tuanya pupus dan akhirnya kecewa. Alih-alih mendorong anaknya untuk lebih meningkatkan diri lagi dan mencapai standar kelulusan, malah orang tuanya mengajukan protes kepada universitasnya supaya anaknya bisa lulus tepat waktu. 

Hal seperti ini akan berdampak sangat buruk terhadap psikologi si anak dalam menyikapi kegagalan dalam hidupnya. Anak akan terbiasa menyerah dalam kegagalan, tidak melakukan perbaikan terhadap diri sendiri, dan malah mudah menyalahkan orang lain. Karakter ini akan terbawa sampai si anak terjun ke dalam masyarakat, lalu menjadi penghambat kemajuan dan kesuksesannya sendiri.

Oleh karena itu, “berharap anak menjadi naga” harus dibarengi dengan usaha-usaha yang realistis. Bagaimana kita bisa menemukan keunikan dan bakat-bakat anak serta membantu mengarahkan perkembangannya, akan sangat menentukan kesuksesan si anak di kemudian hari. Bukan sebaliknya, harapan-harapan kita menjadi beban yang harus dipikul si anak dalam menjalani kehidupannya.