Mu Guiying lahir pada masa dinasti Song Utara. Sebagai seorang wanita, sejak kecil ia sudah diajarkan seni bela diri dan strategi perang oleh ayahnya, Mu Yu. Mereka berdua tinggal bersama dengan segerombolan bandit di sebuah benteng bernama Mu ke.
Di usia yang ke-19, ada seorang jenderal muda bernama Yang Zongbao datang ke benteng tersebut untuk mencari “Tongkat Pembasmi Naga” atas perintah ayahnya. Mu Guiying menolak permintaan tersebut dan mengajak duel jenderal muda itu. Yang Zong bao dikalahkan dengan telak oleh Mu Guiying. Mengaku kalah, Yang Zong bao pun berlutut, bersiap untuk mati. Mu Guiying yang kagum akan keberanian sang jenderal, segera membantunya berdiri dan mempertemukannya dengan sang ayah.
Yang Zongbao pun menjelaskan alasan mengapa ia sampai datang ke tempat itu. Diceritakan bahwa negeri Song sedang berperang sengit dengan negara Liao. Salah seorang jenderal Liao, yang bernama Lu Zhong, menantang negara Song untuk mengalahkan pasukannya dalam 100 hari. Ayah Yang Zongbao, Yang Yanzhao, beserta pasukannya berusaha menghancurkan formasi yang digunakan Lu Zhong, 72 Gerbang Surgawi, namun selalu gagal. Maka, Yang Yanzhao mulai mencari cara agar bisa menaklukkan formasi tersebut. Tak lama, Yang Yanzhao mendengar rumor bahwa ada seorang ahli strategi perang yang memiliki “Tongkat Pembasmi Naga” di benteng Mu ke. Hanya orang inilah yang dikabarkan mengetahui titik lemah dari formasi 72 Gerbang Surgawi milik Lu Zhong. Maka dikirimlah Yang Zongbao untuk mencari petunjuk dari ahli strategi itu.
Mendengar kisah dari jenderal muda itu, Mu Guiying segera bergegas meminta untuk bertemu dengan Yang Yanzhao. Ayah Mu Guiying pun mengizinkan anak perempuannya pergi. Pertama kali bertemu dengan Mu Guiying, Yang Yanzhao tidak menyangka bahwa ahli strategi yang dirumorkan adalah seorang gadis kecil. Ia awalnya tidak yakin akan kemampuan Mu Guiying. Namun, saat anaknya menceritakan kehebatan ilmu silat dari Mu Guiying, Yang Yanzhao pun mengajak Mu Guiying untuk berduel. Mu Guiying pun menyanggupinya. Setelah beberapa ronde, Yang Yanzhao mengaku kalah dan memuji ilmu silat dari Mu Guiying. Ia pun mengajak Mu Guiying berdiskusi strategi perang untuk melawan Lu Zhong. Keesokan harinya, di hari yang ke 100, Mu Guiying membawa 10.000 pasukan memorak-porandakan pasukan Lu Zhong dan menghancurkan formasi 72 Gerbang Surgawi. Kemenangan ini mengukuhkan kekuatan negara Song di atas negara Liao.
Sepulangnya dari medan perang, Yang Yanzhao yang begitu gembira atas kemenangan ini dan menanyakan imbalan apa yang diinginkan oleh Mu Guiying. Ia pun segera berlutut di hadapan Jenderal Yang dan berkata: “Jenderal, sudikah kiranya Anda mengangkat saya sebagai seorang menantu?”. Yang Yanzhao yang kaget mendengar permintaan itu segera menyambut dan mengiyakan permintaan Mu Guiying.
Pesta pernikahan pun digelar antara Mu Guiying dan Yang Zongbao. Konon diceritakan, pesta pernikahan ini tidak dirayakan dengan mewah atas permintaan dari Mu Guiying. Malahan, tidak lama setelah pernikahan, Mu Guiying kembali berperang bersama dengan ayah dan suaminya.
Pada masa itu, Mu Guiying menjadi simbol kekuatan dan kelembutan dari seorang wanita. Meski sudah mempunyai dua orang anak, Mu Guiying tetap mampu mengatur waktunya dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang ibu dan seorang komandan militer dengan baik. Bahkan ada legenda yang mengatakan bahwa Mu Guiying melahirkan anak keduanya di medan peperangan. Sosok tegas, anggun dan lembut, menjadi ciri khas dari Mu Guiying yang kemudian dijadikan panutan bagi para wanita di kala itu. Sosok dari seorang Mu Guiying ini begitu terkenal di dataran Tiongkok dan bahkan melebihi kepopuleran dari Hua Mulan. Cerita bagaimana Mu Guiying menjadi menantu dari jenderal Yang setelah mengalahkan pasukan negara Liao, menjadi cerita populer dari banyak pertunjukan opera di dataran Tiongkok. Di masa modern sekarang, figur seorang Mu Guiying pun menjadi simbol feminisme bagi para wanita.