Serba-serbi Sejarah – Zhu Yuan Zhang

Dari jubah biksu hingga mahkota kaisar, Zhu Yuan Zhang, pendiri Dinasti Ming, memulai takdirnya sejak lahir di desa Zhong Li pada tahun 1328. Pada masa itu, Dinasti Yuan yang dikuasai bangsa Mongol sedang memasuki masa senja, dengan rakyat yang menderita akibat bencana kelaparan, banjir bandang, dan gagal panen karena kemarau panjang. Meskipun Dinasti Yuan berusaha membantu rakyat dengan mengirimkan bantuan dan sumber daya, rasisme terhadap bangsa Han tetap merajalela melalui kebijakan diskriminatif, pemerasan, serta perlakuan yang tidak adil dalam pemerintahan dan kehidupan sehari-hari.

Seperti banyak keluarga lain, keluarga Zhu juga mengalami penderitaan akibat kelaparan dan bencana. Pada usia 16 tahun Zhu Yuan Zhang harus menyaksikan kematian kedua orang tua dan kakaknya karena banjir bandang. Tanpa uang untuk memberikan penghormatan terakhir yang layak, ia hanya mampu membungkus tubuh mereka dengan tikar bambu dan menguburkannya di tanah dengan hati penuh kesedihan. Tragedi ini menggoreskan luka mendalam di hati Zhu, menambah ironi pahit pada hidupnya yang penuh perjuangan.

Untuk bertahan hidup, Zhu Yuan Zhang pergi ke sebuah kuil dan mendaftar sebagai biksu. Namun, karena kesulitan yang melanda, pihak kuil meminta Zhu untuk mengumpulkan dana dari masyarakat. Selama tiga tahun, ia berjalan kaki mengelilingi negeri, hidup dari sedekah orang-orang yang iba kepadanya.

Di tengah krisis yang melanda, pemberontakan mulai bermunculan di berbagai daerah, salah satunya Pemberontakan Turban Merah yang dipimpin oleh Han Shan Tong. Dengan kharisma luar biasa, Han Shan Tong berhasil mengumpulkan rakyat untuk mengangkat senjata melawan penjajahan Mongol.

Setelah lebih dari tiga tahun mengembara, Zhu Yuan Zhang kembali dan mendapati kuil tempat ia dahulu berteduh telah dihancurkan oleh bandit. Tanpa tempat berlindung, ia tidak memiliki pilihan lain selain bergabung sebagai prajurit dalam Pemberontakan Turban Merah di bawah kepemimpinan Jenderal Guo Zi Xing.

Sebagai prajurit infanteri, Zhu Yuan Zhang menunjukkan bakat kepemimpinan yang luar biasa. Berkat kemampuannya, ia dengan cepat naik pangkat dan mendapatkan kepercayaan Jenderal Guo Zi Xing. Bahkan, Jenderal Guo menghormatinya dengan menikahkan putrinya dengan Zhu Yuan Zhang.

Pada tahun 1353, Zhu Yuan Zhang bersama istrinya kembali ke kampung halaman dan merekrut rakyat setempat untuk menjadi prajurit. Mereka berhasil mengumpulkan 1.000 orang, termasuk Xu Da, yang kelak menjadi jenderal andalan Zhu. Tak lama kemudian, Zhu Yuan Zhang dipromosikan dan diberi tanggung jawab memimpin 30 ribu pasukan. Dengan kekuatan tersebut, ia mulai membebaskan kota-kota dari cengkeraman bangsa Mongol.

Di sebuah kota, Zhu Yuan Zhang bertemu dengan Li Shan Chang, seorang ahli Konfusianisme dan guru. Setelah membungkuk hormat, Zhu menjadikannya administrator pasukannya. Li Shan Chang mengajarkan Zhu banyak nilai kehidupan dan filosofi peperangan, termasuk prinsip-prinsip yang mengingatkan pada perjalanan Liu Bang, pendiri Dinasti Han. Seperti Liu Bang yang lahir dari kalangan rakyat biasa, Zhu Yuan Zhang juga memulai dari bawah. Li Shan Chang menekankan pentingnya melindungi rakyat yang lemah, memberikan ampunan kepada lawan yang menyerah, dan merekrut orang-orang cerdas untuk membangun kekuatan. Pelajaran ini menginspirasi dan membimbing Zhu dalam perjuangannya.

Pada tahun 1355, Guo Zi Xing gugur di medan pertempuran. Han Shan Tong juga wafat dan digantikan oleh putranya, Han Lin Er. Dalam reorganisasi kekuasaan, Han Lin Er menunjuk putra Guo Zi Xing sebagai panglima tertinggi Pemberontakan Turban Merah dan mengangkat Zhu Yuan Zhang sebagai wakilnya. Setelah itu, Han Lin Er menyatakan dirinya sebagai kaisar dan mendirikan kerajaan baru yang bernama Song.

Pada tahun 1356, Zhu Yuan Zhang berhasil merebut kota Ying Tian (sekarang Nan Jing). Ia menerapkan aturan ketat dengan melarang prajuritnya merampas hak milik rakyat serta membebaskan prajurit musuh yang menyerah. Zhu menjadikan Ying Tian sebagai markas utama dan mulai merekrut para cendekiawan untuk membantunya dalam strategi dan administrasi, baik dalam bidang militer maupun pemerintahan. Bersama Xu Da, ia membentuk angkatan perang air dan mulai memproduksi kapal perang di sepanjang Sungai Yang Tze, memperkuat militernya untuk menghadapi tantangan yang lebih besar.

Selama satu dekade, Zhu Yuan Zhang menjadi panglima tertinggi Pemberontakan Turban Merah dan tetap setia kepada Han Lin Er sebagai kaisar. Ia berhasil mengalahkan para pemberontak di wilayah selatan dan timur Dataran Tengah Tiongkok. Namun, takdir berkata lain. Pada akhir tahun 1366, Han Lin Er meninggal dalam sebuah kecelakaan ketika kapalnya tenggelam dalam perjalanan menuju Ying Tian untuk bertemu Zhu Yuan Zhang.

Tanpa saingan yang tersisa, Zhu Yuan Zhang memutuskan untuk membangun istana dan menjadikan Ying Tian sebagai ibu kota baru. Ia juga mendirikan kuil sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi leluhurnya, suatu penghormatan yang tidak sempat ia berikan ketika mereka wafat. Selain itu, Zhu membangun akademi untuk mendidik pemuda-pemudi guna menyejahterakan rakyat, baik secara ekonomi maupun pendidikan.

Dengan bimbingan Li Shan Chang, Zhu Yuan Zhang melaksanakan ritual persembahan kepada langit di kaki Gunung Zhong Shan. Di sana ia mengumumkan dirinya sebagai Kaisar Hong Wu dan mendirikan Dinasti Ming, menggantikan Dinasti Song yang didirikan oleh Han Lin Er.

Hanya dalam dua tahun, Kaisar Hong Wu bersama pasukannya berhasil menaklukkan bangsa Mongol dan merebut ibu kota mereka, Khanbaliq (sekarang Beijing). Ia mengusir sisa-sisa kekuatan Mongol dari Dataran Tengah Tiongkok dan memperluas kendali Dinasti Ming ke seluruh negeri. Ia memulihkan stabilitas dan kedaulatan Tiongkok setelah hampir satu abad di bawah kekuasaan Mongol.

Sebagai kaisar, Hong Wu menerapkan reformasi administrasi yang signifikan dengan membentuk sistem pemerintahan yang sangat tersentralisasi. Ia mendirikan enam lembaga pemerintahan untuk mengatur berbagai aspek pemerintahan, termasuk keuangan, militer, dan hukum. Ia juga menghapus jabatan perdana menteri dan mengalihkan seluruh kekuasaan eksekutif ke tangannya.

Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, ia melaksanakan reformasi agraria, membagikan lahan kepada petani, serta memberlakukan kebijakan pajak yang lebih adil. Ia juga menyediakan bantuan dan insentif kepada petani, membangun kembali sistem irigasi, memperbaiki infrastruktur, dan memulihkan perdagangan dalam negeri sehingga Tiongkok memasuki periode kemakmuran.

Kaisar Hong Wu memberlakukan hukum yang sangat keras untuk memberantas korupsi dan menjaga ketertiban. Ia menciptakan “Da Ming Lü” (Hukum Agung Ming), yang menjadi dasar hukum Dinasti Ming. Meskipun keras, hukum ini menciptakan stabilitas sosial dan pemerintahan yang lebih efektif.

Kaisar Hong Wu memperkuat pertahanan negara dengan membangun tembok-tembok pertahanan, termasuk memperbaiki dan memperluas Tembok Besar Tiongkok. Ia juga membangun angkatan laut yang kuat untuk melindungi kepentingan maritim Tiongkok.

Kaisar Hong Wu mendirikan banyak akademi dan sekolah di seluruh Tiongkok serta menghidupkan kembali sistem ujian kekaisaran untuk merekrut pegawai negeri yang berkualitas berdasarkan prestasi. Hal ini memperkuat posisi kaum cendekiawan dalam pemerintahan sekaligus mendukung stabilitas dinasti.

Di bawah kepemimpinannya, budaya Tiongkok mengalami pemulihan dan berkembang pesat. Seni, sastra, dan Konfusianisme mendapat dorongan besar, sementara identitas budaya Han kembali ditekankan setelah bertahun-tahun berada di bawah kekuasaan Mongol.

Menjelang akhir hidupnya, Kaisar Hong Wu menjadi semakin paranoid, terutama terhadap ancaman dari pejabat tinggi. Ia sering melakukan pembersihan besar-besaran dalam istana yang menyebabkan eksekusi banyak pejabat dan komandan militer.

Pada tahun 1398, Kaisar Hong Wu wafat setelah memerintah selama 30 tahun. Setelah kematiannya, Dinastinya tetap kuat dan meninggalkan warisan yang bertahan selama berabad-abad.

Kaisar Hong Wu dikenang sebagai salah satu pemimpin terbesar dalam sejarah Tiongkok, yang membangun fondasi kokoh bagi Dinasti Ming, salah satu dinasti terpanjang dan paling stabil dalam sejarah Tiongkok.