Suara hati adalah kata konotasi yang mewakili pengertian adanya semacam pendapat/ide halus yang muncul dari dalam hati manusia pada saat-saat tertentu. Suara hati bukanlah berbentuk gelombang suara yang terdengar langsung oleh telinga, tetapi biasanya berupa semacam bisikan ide yang tiba-tiba muncul di luar dari apa yang kita pikirkan.
Dari manakah suara hati tersebut muncul? Suara hati umumnya muncul dari lubuk hati nurani setiap manusia secara alami. Suara hati biasanya adalah benteng moral dan budi pekerti dasar setiap insan manusia.
Apakah suara hati dapat berkembang dan terbenam? Suara hati dapat berkembang jika kita meningkatkan kepekaan yang disertai pemikiran positif tentang kebajikan dan moralitas. Sebaliknya, suara hati juga dapat luntur, terbenam, atau membisu karena ketidakpekaan, tekanan pikiran, dan otak yang mengabaikannya.
Bagi seorang taoyu yang xiu xin yang xing, bagaimana mengembangkan suara hati agar tidak menjadi bisu? Tidak ada cara lain, selain dengan memperdalam pengertian-pengertian positif tentang moral dan kebajikan serta rajin berlatih Tao Ying Suk, khususnya jing zuo (cing co). Latihan ini dapat menenangkan batin serta membuka batin keberanian dan kejujuran pada diri sendiri saat sesi-sesi refleksi diri. Proses latihan tersebut tentunya didampingi dan dipandu oleh Dewa. Biasanya seorang taoyu yang tulus akan mendapatkan fenomena-fenomena dengan lebih mudah dan cepat mencapai pengertian yang lebih nyata.
Akan tetapi dalam proses menyelami batin ini, hambatan utamanya adalah pengaruh egoisme (keakuan) yang mendominasi, tidak terkendali, dan sering timbul karena kekuatan kepercayaan diri yang meluap-luap untuk menutupi segala kekurangan diri yang berlanjut dengan pembenaran segala kekurangan diri sebagai sesuatu yang baik, yang muncul dari hati nurani, bahkan dianggap sebagai ‘suara dewa’ yang masuk ke hati nurani.
Kejujuran diri dan rendah hati sangat penting untuk membuka batin dan mendengarkan, baik suara hati maupun suara dewa. Jika selalu menutup dan membenamkan suara hati atau suara dewa, maka perlahan-lahan suara itu seakan-akan menjadi bisu karena tak terdengar lagi. Pada akhirnya seseorang menjadi sepenuhnya dikendalikan oleh ego yang mengatasnamakan kepentingan atau keuntungan pribadi, kepuasan diri, keserakahan diri, dan pemenuhan hasrat pribadi. Kondisi seperti ini dapat dikatakan seperti memiliki AKU yang sangat kuat, padahal sesungguhnya justru telah kehilangan AKU yang sebenarnya.
Apakah orang yang sudah berada di level kehilangan AKU seperti di atas ini (yang sudah memiliki kadar mampu menipu diri sendiri) dapat berbalik untuk menghidupkan suara hati atau suara dewa (jika ada)? Tentunya bisa selama masih ada waktu dan setitik penyesalan. Apabila seseorang mau menerima dan mengakui kekurangan dirinya serta mau memperbaiki diri dan berbalik ke arah positif, maka jalan selalu terbuka untuk kembali menjadi baik dan positif. Kesulitan utamanya bukan ada di mana-mana, tetapi pada diri sendiri.
Demikian. Semoga bermanfaat untuk kemajuan siutao bersama.