Pengantar
Pepatah Tiongkok klasik mengatakan, “1.000 kawan masih kurang, 1 musuh sudah kebanyakan.” Enak nian kedengarannya, tetapi bagaimana dalam praktiknya? Apakah ramah-tamah saja cukup? Apakah sopan santun saja sudah cukup?
Misteri Persahabatan
Dalam perjalanan hidup, kenyataan tak seindah impian. Dunia selain diisi oleh manusia-manusia yang lembut, ternyata lebih banyak manusia yang tampil dengan sisi kerasnya, seolah-olah kejam tanpa perikemanusiaan, tanpa rasa belas kasihan. Mereka seolah-olah tampil sebagai manusia yang jujur, setia kawan, dan membela kita, tetapi ternyata membawa belati yang ditusukkan sambil tersenyum alias pengkhianat, penipu ulung, atau teman makan teman.
Bagaimana jalan yang terbaik, sehat, aman, atau win-win dalam persahabatan dan keakraban, tetapi ada juga rintangan-rintangani yang perlu diwaspadai?
Sebuah Eksperimen Sosial Kecil
Saya pernah melontarkan pertanyaan tersebut kepada teman-teman netizen Linkedln. Berikut ini sebagian dari pendapat mereka.
@david #####
Mencari teman tulus dan sejati ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, Teman tulus dan sejati dapat kita nilai saat kita sedang dalam kondisi SANGAT Terpuruk. Oleh sebab itu, teman “say hello” banyak namun teman tulus dan sejati itu sedikit namun sangat bermakna dalam kehidupan.
@irma #####
Berbijaksanalah… sejahat-jahatnya manusia di dalam hati kecilnya masih ada setitik kebaikan.
@rosalina #####
Ada kok orang yang benar-benar tulus dan sejalan dengan kita. Mungkin tidak ketemu sekarang, pasti nanti ketemu. Mungkin sekarang ditunjukkan orang yang tidak baik gunanya untuk membuat kita belajar dan semakin waspada. Bila nanti saatnya kita sudah siap.
Dasar-Dasar Keakraban dan Persahabatan
- Kita memang berbeda. Dalam dunia pergaulan dan persahabatan, memahami bahwa kita memang berbeda adalah penting. Mengapa? Hal ini agar kita tidak hanyut oleh pendapat orang lain. Kita bisa berbeda dalam hal pola pikir. Kita berbeda secara profil kepribadian (sanguinis, koleris, melankolis, dan plegmatis). Kita bisa berbeda secara kepentingan. Kita juga bisa berbeda dari segi-segi lainnya. Namun, perbedaan ini tidak menjadi pemisah dan penghalang persahabatan. Meskipun kita berbeda pendapat dan saat ini belum bisa sependapat, kita tidak perlu menolak “orang”-nya.
- Kita dalam keadaan “relatif”. Apa maksudnya? Keadaan seseorang bersifat relatif, progresif, dan dinamis — bukan mutlak, mandek, alias statis. Bisa jadi saya saat ini relatif lebih pintar daripada Anda, tetapi bisa juga saya relatif kurang pintar dibandingkan dengan si Andi itu. Oleh karena itu, dalam pergaulan kita tidak perlu merasa rendah diri (minder) ataupun tinggi hati (sok pintar). Keadaan sedang unggul atau tertinggal di belakang bersifat relatif dapat berubah.
- Kita bisa belajar untuk berubah dan berbenah, meninggalkan titik relatif sebelumnya ke titik relatif berikutnya, atau dalam istilah Tao kita menyebutnya dengan siutao. Li Shifu pernah menyebutkan dalam ciang Tao beliau, “Jangan berhenti di satu titik!” Teruslah belajar dan menyempurnakan diri, mungkin begitu kira-kira maksud dari “jangan berhenti di satu titik”.
- Kita bisa mengatur diri untuk beradaptasi. Kita bisa mengatur setelannya dan membawa diri secara sesuai. Kita bisa ikut terlibat dan mengambil satu peran atau bersikap apatis, tidak terlibat sama sekali, dan hanya menjadi penonton. Selain itu, kita juga bisa bersikap luwes menyesuaikan atau tegas berpendirian ke arah sebaliknya
- Kita bisa memahami, memaklumi, serta memaknai berbagai manfaat atau kegunaan dari semua peristiwa yang terjadi dalam hal persahabatan dan hubungan sosial hari ini bagi kemajuan diri kita ke depan.
- Kita bisa menjadi pewaris dan penerus dari hal-hal baik yang diwariskan kepada kita tentang bagaimana menjalin keakraban, persahabatan, kolaborasi dalam berkarya, hingga bekerja sama dengan orang lain.
Setelah semua ini kita lalui dan jalani, rasanya pada saat itu kita telah menjadi sosok manusia yang jauh lebih baik dan matang daripada sebelumnya. Maju dan lestari Tao TSM.