Ego

Ego dalam bahasa Yunani atau bahasa Latin bisa diartikan sebagai “saya, aku, atau diri”.  Setiap orang memiliki ego karena ego merupakan bagian dari pikiran. Sama halnya dengan pikiran, ego tidak bisa dihilangkan, hanya bisa dikendalikan dan diarahkan.

Ego juga dihubungkan dengan kepentingan atau keinginan pribadi. Setiap orang memiliki keinginan pribadi karena keinginan pribadi adalah bagian dari ego. Ego sering kali dikaitkan dengan karakter atau kepribadian yang kurang terpuji atau negatif. Ketika ego (keinginan pribadi) tidak dapat dikendalikan dengan baik atau diarahkan ke arah positif, kemudian mengabaikan atau mengorbankan kepentingan orang lain, yang terjadi adalah yang biasa disebut egois.

Sikap egois muncul ketika keinginan tidak sesuai dengan hé qíng (合情), hé lǐ (合理), atau hé fǎ (合法). Hati nurani diingkari, aturan dilanggar, dan segala cara dihalalkan. Maka dari itu, dikatakan “ego berbanding terbalik dengan wu (悟)”. Saat egonya naik atau tinggi, level wu (悟) menjadi rendah atau turun. Nalar dan kesadarannya mulai menurun. Tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mengabaikan aturan yang berlaku, baik di masyarakat maupun di shimen, menghalalkan segala cara demi terpenuhi keinginannya atau terpuaskan egonya.

Orang yang egonya tinggi berprinsip “pokoknya aku”. Ada aku, tidak ada kamu. Gengsi dan harga dirinya tinggi. Merasa paling benar, salah tidak mengaku salah. Sudah tahu salah tetap dilanggar. Sulit mawas diri dan merevisi diri. Keras kepala, bebal, tidak peduli, dan masa bodoh (EGP) terhadap orang lain atau aturan yang ada. Bahkan cara kotor, intrik jahat (adu domba, fitnah, memutarbalikkan fakta, dan sebagainya) dilakukan demi egonya. Orang yang egois akan menyendiri dan pada akhirnya ditinggalkan teman-temannya.

Ego tidak selalu berarti negatif, bisa juga positif. Keinginan untuk sukses, untuk menjadi lebih baik, bahkan keinginan menjalani kehidupan spiritual, hidup membiara, juga merupakan bentuk dari ego itu sendiri. Keinginan yang mempertimbangkan hati nurani yang benar, tanpa mengorbankan kepentingan orang lain, tanpa melanggar aturan dan norma yang berlaku di masyarakat, serta dilakukan dengan cara yang benar, ini yang dinamakan ego positif yang bisa dikendalikan. 

Ketika ego bisa dikendalikan, menandakan wu (悟) -nya tinggi. Maka dari itu, cara mengendalikan ego adalah dengan wu (悟). Setiap keinginan yang dimiliki, apakah sesuai dengan hati nurani (hé qíng – 合情), aturan (hé lǐ – 合理), serta cara yang dilakukan sudah benar (hé fǎ – 合法)? Orang yang bisa mengendalikan egonya dikategorikan sebagai orang yang bijaksana.