Pernahkah Sahabat Tao merasa gugup saat berada di tempat elite yang terlihat rapi dan berkelas, sehingga kamu tanpa sadar menjadi sungkan untuk melakukan apa pun, atau bahkan takut melakukan kesalahan? Fenomena aneh ini adalah efek yang terjadi dari fenomena broken window atau fenomena jendela pecah.
Teori mengenai jendela pecah ini diriset pada tahun 1982 oleh ilmuwan sosial bernama James Wilson dan George Kelling, berdasarkan penelitian lebih awal oleh Psikolog Philip Zimbardo dari Universitas Stanford. Menurut teori mereka, satu jendela pecah saja di dalam sebuah pemukiman atau area yang tidak diperbaiki, tidak peduli pemukiman atau kawasan elite atau menengah ke bawah, akan mengakibatkan munculnya banyak jendela pecah lain dalam waktu cepat. Menurut mereka, satu jendela pecah yang dibiarkan begitu saja tanpa diperbaiki akan membuat orang-orang merasa tidak ada yang peduli dengan kawasan tersebut sehingga orang-orang pun percaya bahwa memecahkan jendela lainnya tidak akan berakibat apa pun. Kekacauan bermunculan sedikit demi sedikit dan meningkatkan tingkat kekhawatiran dan ketakutan masyarakat, yang akhirnya mengakibatkan orang-orang menarik diri dari komunitas serta tidak berperan aktif dalam mengontrol dan menjaga komunitas dan kawasan tersebut.
“Jendela pecah” di sini melambangkan segala macam kekacauan, baik fisik maupun sosial. Kekacauan fisik mencakup rusaknya sarana publik, corat-coret di tembok jalanan, dan sampah-sampah berserakan, sedangkan kekacauan sosial mencakup tetangga yang berisik, sekelompok anak geng yang ribut di jalan, pengemis yang menghadang orang, tunawisma berkeliaran, dan lain-lain.
Meskipun populer di kalangan akademis dan penegak hukum, teori “jendela pecah” tidaklah tanpa kritik. Salah satu kritiknya adalah kurangnya bukti dan statistik aktual yang menunjukkan bahwa kekacauan benar-benar berdampak langsung pada meningkatnya ketakutan sosial dan penurunan kontrol sosial yang kemudian mengakibatkan peningkatan tingkat kejahatan. Selain itu, seorang ahli teori politik, Bernard Harcourt, mengkritik teori ini karena mendorong para penegak hukum untuk memberlakukan kebijakan tanpa toleransi yang merugikan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
Namun, pada dasarnya, teori ini sangat berdasar. Penting bagi kita untuk berperan aktif dalam menjaga ketertiban dan ketenteraman lingkungan sekitar, terutama apabila kita bergabung dalam sebuah organisasi. Kesalahan atau kekacauan yang fatal harus segera ditertibkan agar tidak berlarut-larut dan memicu kekacauan lain, yang akhirnya dapat merusak tatanan dan aturan yang telah ditetapkan. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, kita harus menilai secara objektif dan tidak menyamaratakan semua kekacauan yang terjadi agar tidak bertindak terlalu kejam dan merugikan pihak-pihak yang sebenarnya tidak sengaja atau tidak bermaksud merusak.