Xiudao (siutao) dapat dikatakan sebagai proses merevisi diri yang terus-menerus sepanjang hayat. Dalam perjalanan hidup ini kita dianjurkan untuk selalu memupuk perbuatan baik terhadap orang lain secara terus-menerus. Mengapa demikian? Barangkali ilustrasi di bawah ini dapat membantu kita untuk lebih memahaminya.
Kita sering kali melakukan sesuatu tanpa dipikirkan dahulu akibatnya. Setelah sekian lama, bisa dalam hitungan hari, bulan, bahkan tahun, kita melupakan semua tindakan yang pernah kita lakukan. Kita mungkin juga pernah mengingkari perbuatan buruk yang telah kita lakukan terhadap orang lain pada masa lalu. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, mungkin setelah bertahun-tahun atau puluhan tahun kemudian, apa yang pernah kita perbuat, mulai berbuah. Jika itu adalah perbuatan baik, maka buahnya akan terasa manis dan nikmat, tetapi jika itu adalah perbuatan buruk, maka buahnya akan terasa pahit dan tidak nikmat.
Tanpa kita sadari, setiap tindakan mempunyai akibatnya masing-masing. Inilah yang dinamakan ‘sebab akibat’. Setiap tindakan dapat dikatakan sebagai ‘sebab’ dan dampak dari tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai ‘akibat’. Sebab dan akibat ini sering kali dalam banyak hal tidak dapat kita rasakan secara langsung karena terjadi secara lambat laun seiring dengan berjalannya waktu. Ketika muncul buah kebaikan yang manis, kita akan merasa bangga karena itu adalah hasil perbuatan baik atau jasa yang telah kita lakukan sebelumnya. Namun, saat kita mengalami akibat buruk yang pahit, kita sering tidak rela, tidak mau menerima, tidak mengakui, tidak mau merefleksi diri, menyalahkan orang lain, nasib, dan takdir, bahkan menyalahkan langit atau Dewa-dewi mengapa tidak berpihak dan melindungi kita.
Sebagai contoh, seseorang melakukan tindakan buruk yang merugikan banyak orang pada masa mudanya. Seiring dengan berjalannya waktu, persoalan tersebut tak kunjung diselesaikan dan dihindari terus sampai belasan tahun, bahkan puluhan tahun lamanya. Saat ia mencapai usia senja dan sudah merasakan nikmatnya nama baik, kejayaan, dan status sosial di masyarakat, masalah yang sudah dilupakan tersebut akhirnya muncul kembali dan ia pun harus menuai akibat buruknya. Hal ini menyebabkan rasa takut dan malu yang luar biasa dalam hatinya. Ia khawatir kalau masalah ini diketahui orang-orang di lingkungan sekitarnya, maka nama baiknya akan hancur. Kesadarannya masih terbatas pada ‘ego’ dirinya. Ia hanya malu jika orang tahu akan keburukan-keburukannya sehingga ia mati-matian mengingkari realita dirinya dan mulai mencari kambing hitam. Ia menyalahkan sana-sini untuk menutupi aibnya sendiri. Batinnya tentu sangat tersiksa dan meronta. Ia semakin jauh dari jalan Tao yang mulia. Apa yang ia tanam, itulah yang ia tuai sendiri.
天网恢恢,疏而不漏
Tiān wǎng huī huī, shū ér bù lòu
Jaring-jaring hukum langit walau tampak samar-samar, tetapi tidak satu pun dapat lolos darinya.
若要人不知,除非己莫为
Ruò yào rén bù zhī, chú fēi jǐ mò wéi
Jika tidak ingin perbuatan buruk kita diketahui orang lain, maka satu-satunya cara adalah tidak melakukan perbuatan buruk tersebut.