Menggantung Kepala Kambing, Tetapi Menjual Daging Anjing

Konon pada zaman dahulu ada seorang tua yang membuka kios daging kambing. Kiosnya selalu ramai dikunjungi oleh pelanggan-pelanggannya karena daging kambing yang dijualnya berkualitas super, dengan harga terjangkau serta pelayanan yang ramah dan baik. Orang tua tersebut selalu memberikan yang terbaik kepada pelanggan-pelanggannya. Ia sangat menjunjung tinggi kejujuran dalam menjalankan usahanya sehingga pelanggan-pelanggannya merasa puas lalu menyampaikan kembali kepada teman-temannya. Lambat laun kios daging kambingnya sangat dikenal oleh masyarakat luas. 

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, orang tua tersebut menjadi semakin tua dan renta. Sayangnya, anaknya yang bernama Aming, tidak mempunyai kemampuan dan moral yang baik seperti dirinya. Orang tua tersebut hanya bisa berpasrah diri kepada nasib dan takdirnya sendiri, tidak bisa berharap banyak kepada anaknya untuk meneruskan usaha yang sudah dirintisnya sejak masa muda.

Setelah orang tua tersebut meninggal dunia, Aming mengelola kios daging kambing ayahnya tersebut. Namun, karena kemampuannya yang kurang dalam mengelola bisnis tersebut, usahanya semakin merosot. Lalu ia memalsukan daging kambing dengan daging anjing liar yang ia dapatkan dari berburu. Ia menggantungkan kepala kambing di depan kiosnya, tetapi sebenarnya yang dijual adalah daging anjing. 

Berita tentang kios daging kambing yang menjual daging anjing tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh kota. Kepercayaan pelanggan-pelanggannya lambat laun hilang karena ketidakjujuran Aming dalam menjalankan bisnis. Satu per satu pelanggannya meninggalkannya, hingga bisnis tersebut benar-benar bangkrut dan tutup selamanya. 

Kata-kata “Menggantung kepala kambing, menjual daging anjing”(挂羊头, 卖狗肉; dibaca: guà yáng tóu, mài gǒu ròu) menggambarkan kondisi Aming yang memanfaatkan nama besar ayahnya untuk melakukan kejahatan, yakni dengan memalsukan daging kambing dengan daging anjing. Ia berpikir bahwa orang-orang pasti percaya terhadap apa pun yang diperbuatnya karena nama besar ayahnya sudah sangat dikenal di masyarakat luas. Pada awalnya cara licik ini memang bisa membuahkan keuntungan, tetapi hal ini tentu saja tidak bisa berjalan lama, hingga ia dicampakkan oleh semua orang.

Keberhasilan ayahnya berlandaskan moralitas dirinya yang sangat baik, menjunjung integritas dan kejujuran sehingga mendapatkan kepercayaan para pelanggan dan masyarakat luas. Keuntungan pun otomatis datang dengan sendirinya. Sementara apa yang dilakukan Aming adalah ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan menipu pelanggannya sendiri, memalsukan daging kambing dengan daging anjing. Ketidakjujurannya ini menggerus kepercayaan pelanggan dan masyarakat luas, yang akhirnya menghancurkan bisnis dan nama baiknya sendiri. Seperti kata-kata mutiara dalam buku Siutao menuju Kesempurnaan yang mengatakan,  “Berbuat baik seperti tumbuh-tumbuhan dalam taman indah, tak kelihatan meninggi, tetapi tiap hari tambah bersemi; berbuat jahat seperti batu asahan, tak kelihatan berkurang, tetapi tiap hari menipis.” 

Dalam masyarakat luas ada juga orang-orang yang mengaku sebagai ‘guru’ yang menjabarkan Tao, tetapi sebenarnya hanya menjual bualan kosong belaka demi kepentingan dan ambisi pribadinya sendiri. Kita sebagai umat Tao seyogyanya bisa mencermati dan memilah mana yang benar dan mana yang palsu sehingga tidak terjebak oleh tipu muslihat orang-orang seperti Aming dalam cerita di atas.