Pentingnya Belajar Tao Sedini Mungkin

Tak dapat dipungkiri, ada saja orang yang masih takut untuk belajar Tao (道). Mengapa bisa takut? Wajar saja, biasanya dikarenakan kurang pemahaman tentang makna Tao (道) sehingga menganggap Tao (道) itu misterius.  Hal ini sungguh disayangkan.  Sebetulnya Dewa adalah Tao (道) sehingga orang-orang yang bersembahyang di kelenteng sudah berjalan menuju Tao (道). 

  Tao (道) adalah peraturan atau jalan kebenaran yang harus kita tempuh. Dalam kehidupan sehari-hari sudah terdapat Tao (道), yaitu peraturan-peraturan atau cara-cara untuk menjadi manusia yang sempurna. Jadi, belajar Tao (道) atau siu Tao (修道) adalah belajar untuk mengerti  peraturan-peraturan untuk menjadi manusia yang sempurna, kemudian mencari cara untuk mendekati Dewa-dewi (belajar cengli-nya menjadi manusia). 

Belajar Tao (道) selalu mengutamakan wu (悟/kesadaran), bukan larangan karena wu (悟) meliputi semua bidang dan berfungsi sebagai kompas dari li (禮/aturan), fa (法/cara), dan sikap. Di mana pun segala tindakan yang kita jalankan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlaku. Kita perlu bersikap tidak kaku dan fleksibel terhadap perubahan yang terjadi sehingga semua perubahan dilakukan berdasarkan wu (悟/kesadaran).  Jika kita bisa wu (悟/sadar), segalanya akan berjalan lancar tanpa banyak kendala atau perselisihan dan meminimalkan risiko yang mungkin muncul. Semuanya berjalan secara alamiah, mengikuti alam, serta zaman dan kondisi, tanpa berlebihan sehingga tingkah laku kita, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain menjadi berfaedah. Dampaknya akan berbeda jika kita mengandalkan larangan. Dengan banyak larangan, akan muncul banyak kekangan. Jika sudah banyak kekangan, kita akan tidak bebas dan menjadi kaku, sulit menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Otomatis, jalannya akan menjadi tidak lancar dan timbul banyak kendala. 

Dengan menggunakan wu (悟/kesadaran), kita berusaha selalu berpikir dengan daya nalar atau logika serta belajar mengendalikan hidup kita dengan menciptakan keseimbangan agar tidak terjerumus ke dalam sifat yang berlebihan. Misalnya, terlalu pendiam atau terlalu banyak bicara, terlalu baik atau terlalu jahat, terlalu gemuk atau terlalu kurus, terlalu pelit atau terlalu boros, terlalu galak atau terlalu sabar, terlalu berani atau terlalu takut, terlalu banyak atau terlalu sedikit,  dan seterusnya.

Berikut adalah contoh sederhana pemikiran yang mengutamakan wu (悟/kesadaran) daripada larangan.

  • Saat tubuh kita dalam kondisi kurang sehat, tentu saja kita membutuhkan banyak sumber gizi dari makanan untuk membantu proses pemulihan dengan cepat.  Salah satu sumber gizi yang penting adalah protein daging. Jika kita bersikeras menolak untuk mengonsumsi daging, maka proses pemulihan tubuh kita menjadi terganggu, bukan? Sebaliknya, jika kita menyadari kelebihan berat tubuh kita yang menyebabkan penumpukan lemak di seluruh tubuh, maka dengan kesadaran penuh kita perlu mengatur kembali pola makan, seperti mengurangi makanan yang banyak mengandung lemak dan daging serta menambah asupan serat dari buah dan sayur. Semuanya kita lakukan dengan kesadaran penuh dan alamiah untuk mengoptimalkan kesehatan kita.
  • Walaupun kita menyayangi binatang, tetapi pada saat nyamuk demam berdarah atau malaria sedang menggigit kita, apakah kita akan membiarkan nyamuk tersebut tetap menggigit kita sampai tuntas? Padahal, nyamuk tersebut dapat menyebabkan penyakit yang berbahaya. Atau kita tiup saja agar terbang dari kita, lalu hinggap di orang lain? Bagaimana jika ternyata hinggapnya malah berpindah kepada keluarga yang serumah dengan kita? Jika kita menggunakan wu (悟/kesadaran) bahwa nyamuk tersebut akan membahayakan kita dan orang-orang di sekeliling kita, maka dengan membunuhnya berarti kita sudah menyelamatkan hidup kita dan orang-orang di sekitar kita. Dengan menyelamatkan diri kita dan orang-orang di sekitar kita, maka seekor nyamuk yang kehilangan nyawa tidak menjadi hal yang sangat berarti, bukan?
  • Meskipun kita senang mengobrol dengan siapa pun yang kita jumpai, tetapi saat kita sedang menghadiri acara khusus yang membutuhkan keseriusan, seperti rapat atau seminar, sudah tentu kita harus berusaha mengendalikan diri kita untuk tidak mengobrol pada saat acara sedang berlangsung, bukan? 

Orang yang belajar Tao (道) menggunakan kitab suci Thay Shang Lao Jun Zhen Jing sebagai pedomannya. Dalam kitab tersebut terdapat pengertian dalam berbagai bidang, seperti pengetahuan ilmiah, filsafat, sosiologi, kesehatan, kedewaan, dan lain-lain. Oleh karena itu, mereka yang belajar Tao (道) akan memiliki pengetahuan yang luas sehingga saat mereka diberi sedikit keterangan, mereka dapat menangkap arti yang banyak.

Walaupun tidak ada larangan, orang yang belajar Tao (道) dengan wu (悟/kesadaran) tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan dirinya dan lingkungan sekitarnya. Orang yang belajar Tao (道) memiliki kesadaran waktu yang tepat untuk berbuat atau tidak berbuat dan tidak mencari gara-gara. Pastinya mereka juga sehat jiwa dan raganya karena senantiasa berusaha menuju kesempurnaan dengan menciptakan situasi tenteram, aman, dan damai dengan siapa pun. 

Penting sekali untuk sedini mungkin belajar Tao (道) agar kita dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih baik. Dengan meninggikan wu (悟/kesadaran), kita dapat mengurangi kecerobohan dari tindakan kita yang mungkin menimbulkan penyesalan di kemudian hari. 

Jangan tunda lagi! Marilah segera belajar Tao (道) dan ilmu kedewaan Tao Ying Suk / Dao Yin Shu (导引术) di perguruan Thay Shang Men Xiao Yao Pai! Perguruan ini diciptakan oleh Lie Song Hoo Shifu dan diteruskan oleh Lie Ping Sen Zhang Men selaku pimpinan generasi pertama yang sah. Silakan hubungi admin di Hubungi Kami atau email admin@taotsm.org, maka tim admin akan segera menghubungi teman-teman di kota mana pun teman-teman tinggal.  Semoga bermanfaat.  

“Tao (道) dapat menginsafkan dungu tuli dalam dunia, supaya manusia dapat mengerti inti-inti bahaya atau bahagia dalam penghidupan sehari-hari. Tidak saja dapat membantu mendekati rezeki dan menjauhi bahaya, dalam bidang kesuksesan atau kegagalan juga dapat dihadapi dengan tenang-tenang terhadap diri atau lainnya: seakan-akan disinari kecerdasan yang terang dan memupuk kepositifan  dalam pandangan hidup masing-masing.”