Pria dan Wanita

Banyak kaum lajang yang sudah cukup umur, mendambakan pernikahan. Namun sebaliknya bagi pasangan yang sudah menikah, tidak sedikit dari mereka yang mendambakan kebebasan. Setelah pria dan wanita menikah dan hidup bersama, biasanya setelah beberapa waktu mulai tampak sifat ataupun perilaku yang sebelumnya tidak terlihat. Hal ini kerap dijumpai di kebanyakan rumah tangga.

Apa yang salah? Otak pria dan wanita memiliki beberapa bagian mikro yang berbeda, demikian pula hormon yang mempengaruhi otak antara kedua jenis ini juga berbeda. Hal ini membuat perbedaan dalam cara berpikir, emosi, dan analisis. Perbedaan-perbedaan itulah yang membuat pemikiran dan perilaku pria berbeda dengan wanita.

Sejak jaman dahulu kala, kaum pria memang lebih banyak berburu (mencari makan) untuk keluarga, menjaga dan melindungi dari bahaya, sehingga terbiasa untuk memecahkan masalah dan mencari jalan keluar di setiap situasi.

Sedangkan kaum wanita pada jaman dahulu sudah memiliki tugas merawat dan menjaga anak-anaknya, juga sering berkumpul dengan para wanita lain, membangun hubungan baik dengan sekitarnya. Inilah yang membuat wanita pada umumnya lebih suka berkomunikasi. Tidak hanya untuk menyampaikan hal penting, tapi juga untuk kebutuhan bersosialisasi dan merasakan kenyamanan.

Dalam rumah tangga, perbedaan tersebut terkadang bisa menjadi pemicu masalah dan menjadi keributan. Misalkan, sang istri sedang kesal dan ingin curhat lalu ia bercerita ke suami, sebenarnya ia hanya ingin didengarkan saja dan ditenangkan. Namun sang suami segera memberikan solusi-solusi yang menurutnya logis agar masalahnya cepat selesai. Tidak tahu-nya hal ini malah membuat sang istri jengkel dan mereka pun berakhir cekcok. Atau bisa jadi sebaliknya, terkadang setelah istri bercerita panjang lebar, suami tidak menanggapi sama sekali, sehingga kebutuhan wanita untuk berkomunikasi agar merasa nyaman tersebut tidak terpenuhi.

Apabila sang suami yang sedang ada masalah, biasanya kaum pria lebih suka diam atau menyendiri untuk menenangkan diri dan berpikir sendiri. Namun sang istri melihatnya diam dan murung, merasa ada yang salah pada dirinya dan bertanya terus menerus dan tidak memberinya ‘ruang’ untuk menyendiri yang mana sebenarnya dibutuhkan oleh kaum pria.

Cerita di atas adalah sebagai contoh saja. Tentu tidak semua rumah tangga mengalami hal yang sama persis. Intinya, perlu diketahui bahwa otak pria dan wanita memanglah berbeda. Tidak bisa bila wanita mengharapkan pria paham betul segala isi hatinya, sebaliknya tidak bisa pula pria mengharapkan wanita bisa selalu tahu pemikiran pasangannya.

Apa yang harus dilakukan? Komunikasi, kompromi, dan revisi diri. Bila tidak dikomunikasikan, maka pasangan belum tentu paham apa yang kita harapkan atau pikirkan. Karena setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda-beda yang membuat pemahaman dan perspektif terhadap suatu hal juga beda. Bila sudah saling dikomunikasikan, maka perlu adanya kompromi, kedua pihak saling mengalah dan menurunkan ekspektasinya agar bertemu di tengah-tengah.

Dan yang paling penting adalah perlunya merevisi diri. Karena sudah hidup dengan orang lain (sudah menikah) apalagi bila sudah memiliki anak bersama, kita tetap perlu sering-sering menilik diri kita, mengintrospeksi dan memperbaiki diri agar keadaan diri dan keluarga juga lebih baik dan harmonis. Apakah yang kita lakukan sudah baik untuk pasangan dan untuk keluarga?