Ada empat komponen yang membentuk setiap perbuatan. Empat komponen tersebut adalah pelaku atau subjek perbuatan, instrumen atau alat untuk melakukan perbuatan, objek perbuatan, dan cara melakukan atau menggunakan alat untuk melakukan perbuatan. Dari keempat komponen tersebut, komponen cara adalah yang terpenting karena komponen caralah yang menentukan komponen lainnya.
Sebagai contoh, misalnya si A mempunyai sebuah gelas dan penggaris logam. Jika si A menyejajarkan penggaris itu dengan tinggi gelas lalu mencari angka pada penggaris tepat di mana ujung tinggi gelas tersebut sejajar dengan angka dan memaknai angka tersebut sebagai ukuran tinggi gelas; maka si A dikatakan sedang mengukur tinggi gelas tersebut. Si A akan disebut sebagai pengukur, penggaris disebut sebagai alat ukur, gelas adalah objek ukur. Namun, jika si A menyentuhkan penggaris pada gelas dengan kuat dan cepat sehingga gelas itu retak atau pecah; maka si A akan disebut pemukul, penggaris disebut alat pukul, dan gelas disebut objek pukul. Subjeknya dalam kedua contoh tadi adalah sama yaitu si A, alatnya sama yaitu penggaris dan objeknya juga sama yaitu gelas. Namun, karena cara menggunakan penggarisnya yang berbeda maka status subjek, alat, dan objeknya berubah. Tentu saja kita dapat menggunakan palu untuk mengukur gelas. Tinggi gelas bisa saja dinyatakan dalam perbandingannya dengan sebuah palu yang disepakati untuk dijadikan standar, tetapi tentu cara ini kurang lazim dipakai. Racun juga dapat diubah menjadi obat. Racun sesungguhnya adalah obat, yang membedakan mereka berdua hanyalah cara menentukan takarannya atau dosisnya. Berbagai artikel menggunakan jenis huruf yang sama (misal alfabet), yang membedakan antar artikel hanyalah cara merangkai huruf tersebut. Berbagai hal bisa sama, tetapi caralah yang bisa mengubahnya.
Pembahasan di atas sudah dijelaskan mengenai bagaimana cara dapat mengubah komponen lainnya. Sekarang, kita akan membahas hakikat dari cara itu sendiri. Keberadaan cara itu sendiri pun tidak mutlak karena bergantung keberadaannya pada tiga komponen lainnya. Tiga komponen lainnya juga bergantung fungsinya pada cara. Tanpa adanya subjek, penggaris, dan gelas maka tidak bisa ada cara mengukur. Tanpa ada cara mengukur maka subjek tidak bisa disebut pengukur, penggaris tidak bisa disebut alat ukur dan gelas tidak bisa disebut sebagai objek ukur. Cara itu sendiri juga dapat diubah. Untuk menciptakan suatu cara, dibutuhkan cara untuk menciptakannya. Dari tidak ada cara bisa jadi ada cara, dari ada cara bisa jadi tidak ada cara. Untuk mengubah suatu cara, dibutuhkan cara. Untuk mengubah “cara mengubah cara”, juga dibutuhkan suatu cara. Kita dapat melanjutkan terus penalaran ini sampai tidak terbatas, dan akhirnya kita pun masih tetap perlu cara. Jadi, cara itu tidak ada batasnya. Selanjutnya, dalam cara pandang tertentu dapat ditemukan adanya perubahan tanpa diperlukan cara dan mungkin ada hal yang hanya bisa diubah dengan menghilangkan suatu cara, semua itu pun sesungguhnya masih dalam jangkauan cara dan sudah diterangkan juga oleh Shifu, yaitu tidak ada cara adalah caranya. Untuk bisa membuktikan adanya batas sebuah cara, kita pun perlu cara untuk membuktikannya.
Karena sedemikian pentingnya cara sehingga Shifu mengajarkan berbagai cara kepada kita, murid-murid Beliau TSM XYP (Thay Sang Men Xiao Yao Pai), untuk mengubah berbagai hal seperti cara merevisi diri, cara menggunakan berbagai sudut pandang, cara berpikir, cara menolong orang lain dalam bentuk berbagai upacara dan sebagainya yang semuanya itu berlandaskan pada cara kedewaan, ciri khas perguruan kita. Semua ini menunjukkan kepada kita bahwa cara Tao tidak ada batasnya.