Manusia adalah makhluk biasa yang jauh dari sempurna. Kita selalu rentan melakukan kesalahan—sepele maupun besar, ini hal yang wajar. Tidak ada seorang pun di dunia yang luput dari kesalahan, tapi yang penting adalah bagaimana sikap dan tindakan kita sesudahnya.
Karakter seseorang salah satunya bisa dinilai dari caranya bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat. Dalam pelajaran budi pekerti, anak-anak di sekolah selalu diajarkan agar meminta maaf jika berbuat salah. Tapi, semakin dewasa, meminta maaf menjadi hal yang semakin sulit dilakukan. Ego dan rasa malu tidak ingin hilang muka kebanyakan menjadi penyebab utama seseorang menjadi enggan minta maaf.
Seorang yang gentle, seorang yang memiliki kehormatan, tidak akan malu untuk mengakui kesalahan dan minta maaf. Mengapa harus malu mengaku berbuat salah, toh semua orang di dunia pernah melakukan salah juga. Di sinilah kebenaran moral kita diuji, ketegaran karakter kita dinilai. Kerendahan hati adalah satu-satunya obat penangkal rasa malu itu. Sebaliknya, semakin angkuh kita menyangkal, semakin erat kita terjerat dalam malu. Jika sudah terjerat, segala cara bisa kalap dilakukan untuk menutup-nutupi kesalahan, kebohongan akan bertumpuk, kesalahan pun semakin bertambah. Maka hal terbaik yang harus kita lakukan adalah segera melepaskan diri dari jeratan kesalahan itu dan membuka lembaran baru yang diawali oleh permintaan maaf. Dengan begitu, selanjutnya kita bisa berbuat lebih baik untuk menebus kesalahan kita dan bertanggung jawab dengan hati ringan tanpa beban.
Tidak ada seorang pun yang sempurna di dunia ini, tidak ada gunanya menutup-nutupi kesalahan. Enggan mengaku salah hanya membuktikan bahwa diri kita masih kalah oleh kuatnya rasa malu dan ego. Segera lepaskanlah diri dari jeratan yang menghambat diri untuk berkembang itu dan hiduplah dengan hati yang ringan.