Dalam hidup ini sering kali terdengar keluhan dari orang-orang, bahwa hidupnya terasa sesak dan penuh liku, seperti berjalan di jalan yang sempit, gelap, berbatu, dan penuh semak belukar. Setiap langkah kaki terasa amat berat, penuh derita dan tekanan hidup. Sementara itu, ada banyak orang yang hidupnya penuh dengan kegembiraan dan hoki yang melimpah, seperti berjalan di jalan yang mulus, lapang, dan terang; menjalani hidup terasa ringan dan penuh berkah.
Mengapa bisa terjadi seperti ini? Disadari atau tidak, jalan yang sudah dijalani bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun akan membentuk alur/jalan hidup kita sendiri. Jalan hidup kita ini terbentuk dari setiap langkah kaki yang kita jalani. Inilah Tao (jalan) kita sendiri. Seperti kata-kata dalam Dao De Jing yang berbunyi, “Perjalanan seribu li dimulai dari langkah pertama.” Kalimat ini memberi petunjuk kepada kita semua akan pentingnya langkah pertama dan setiap langkah lainnya dalam membentuk alur/jalan hidup seseorang.
Sebagai ilustrasi, seseorang yang memilih untuk berkhianat dengan cara apa pun terhadap sebuah organisasi dan perbuatannya tersebut telah menyakiti banyak teman seperjuangannya. Dalam batin orang tersebut, ia tahu persis pilihan langkah pertama yang telah ia lakukan, tetapi dengan sengaja dan terus-menerus menciptakan kebohongan demi kebohongan untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Ia bukannya cepat-cepat sadar dan memperbaiki kesalahannya, melainkan malah terus menerus memfitnah dan melakukan kebohongan. Tindakannya berlanjut terus bertahun-tahun lamanya sehingga ia sendiri mempercayai fitnah dan kebohongan yang ia ciptakan sendiri serta meyakini bahwa tindakannya benar.
“Jaring-jaring hukum langit, meskipun tampaknya samar-samar,
tetapi tidak ada yang bisa lolos darinya.”
(Kitab Dao De Jing bab 73)
Dari luar, kehidupan orang tersebut tampak baik-baik saja, tetapi hukum alam tetap bekerja secara apa adanya. Kebohongan demi kebohongan yang ia ciptakan akhirnya tercium dan terkuak di mata masyarakat luas. Banyak orang lambat laun tidak lagi mempercayainya. Dengan demikian, tentu saja jalan hidupnya semakin lama semakin sempit dan banyak hambatan. Satu per satu teman-temannya meninggalkannya. Secara sosial, ia telah menciptakan ruang geraknya sendiri yang sempit dan terbatas.
Tak berhenti sampai di situ saja, batinnya juga meronta karena takut ditinggalkan oleh teman-temannya sendiri yang tak lagi setia. Sehari demi sehari perjalanan hidupnya terasa begitu panjang dan berat. Rasa malu dan bersalah yang tak kunjung mau diakui berbalik menyiksa jiwanya. Jalan di dalam batinnya menjadi semakin sempit dan sesak. Secara batiniah, ia telah menciptakan penjara bagi jiwanya sendiri.
“Berbuat jahat seperti batu asahan, tak kelihatan berkurang, tetapi tiap hari menipis.”
(Kitab Siu Tao menuju Kesempurnaan)
Lalu, bagaimana caranya agar ia terbebas dari jalan sempit dan sesak tersebut? Caranya sederhana, yaitu cepat-cepat sadar, mengakui kesalahannya dengan sungguh-sungguh, dan kembali ke realitas yang sesungguhnya. Setelah itu, simpul-simpul dalam batinnya sendiri akan terurai satu demi satu dan akan terbebas dari penjara batiniah. Selain itu, secara sosial barangkali masih ada ruang-ruang agar bisa diterima kembali di masyarakat sehingga ruang gerak sosialnya kembali terbuka. Jalannya pun kembali lapang dan terang.
“Berbuat baik seperti tumbuh-tumbuhan dalam taman indah,
tak kelihatan meninggi, tetapi tiap hari tambah bersemi.”
(Kitab Siu Tao menuju Kesempurnaan)