Kata “ego” menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai aku, diri pribadi, rasa sadar akan diri sendiri, dan konsepsi individu tentang dirinya sendiri.
Sebagai manusia, semua orang pasti memiliki ego. Hal yang wajar bila setiap manusia ingin mendahulukan kepentingan dirinya sendiri daripada orang lain. Namun, apabila kita lebih mementingkan ego kita di atas segalanya, maka hal ini akan menjadikan kita sebagai seorang manusia yang egois. Kita seyogyanya dapat melihat batasan-batasan dan menyadari bahwa tidak dalam semua kondisi kita boleh menonjolkan ego kita.
Dalam agama Tao, kita juga disarankan supaya dapat merevisi ego kita sehingga dalam tindakan kita bisa lebih mementingkan orang banyak. Umat Tao diimbau untuk dapat menempuh hidup ini dengan kesederhanaan sehingga tidak terbelenggu dengan kepentingan pribadi yang dikenal sebagai 名利 (ming li) yang artinya ‘nama dan harta’. Dengan begitu, barulah kita dapat berbuat kebaikan secara tulus dan ikhlas sebagaimana yang diinginkan oleh shifu dan Dewa-dewi.
Dengan menyadari bahwa kita tidak hidup sendiri di dunia ini, maka kita akan belajar merelakan sebagian waktu, uang, dan tenaga yang kita miliki untuk kepentingan orang banyak. Inilah revisi ego yang dimaksud.
Kita juga bisa belajar dari alm. Li Shifu, Zhang Men Ren (掌门人), Zhang Men Fu Ren (掌门夫人), dan para pembicara nasional Thay Shang Men Xiao Yao Pai (太上门逍遥派) yang telah banyak memberikan inspirasi bagi kita semua. Salut kepada mereka yang telah mampu mengorbankan sebagian waktu dan tenaga yang berharga demi kepentingan orang banyak. Dengan berbuat kebaikan, yakinlah kebaikan akan kembali lagi kepada kita dalam wujud lain sesuai kebutuhan kita.