Serba-serbi Sejarah – Gou Jian

Pada tahun 1965 di daerah Hubei, Tiongkok, para arkeolog menemukan sebuah pedang dengan gagang berwarna hitam dalam sebuah ekspedisi penggalian makam kuno. Pedang itu terbuat dari perunggu yang gemerlap dan sedemikian tajamnya pedang tersebut sehingga tangan salah seorang arkeolog terluka saat ia hendak mengeluarkan pedang tersebut. Kemudian pertanyaan pun muncul, pedang siapakah ini?

Pertanyaan di atas dengan mudah terjawab karena ditemukan ukiran tulisan pada bilah pedang tersebut yang menandakan bahwa pedang tersebut adalah milik Raja Yue, Gou Jian. Siapakah Gou Jian? Berikut kisahnya.

Gou Jian (句踐) hidup pada periode Musim Semi dan Gugur (770-476 SM). Pada masa itu, Dinasti Zhou membagi wilayah kerajaan kepada para tuan tanah yang berkuasa. Namun, akibat semakin tingginya kekuasaan tuan tanah tersebut, masing-masing akhirnya membentuk kerajaan sendiri, contohnya Kerajaan Wu dan Kerajaan Yue. 

Kerajaan Wu memiliki kekuatan militer dan kekuasaan paling besar. Raja dari Wu, He Lu dianggap sebagai penguasa pada masa itu. Terlebih lagi, Kerajaan Wu merupakan tempat Sun Zi tinggal. Dengan dukungan dari seorang ahli militer sekaliber Sun Zi, He Lu dengan arogan meminta kerajaan-kerajaan kecil di sekitar perbatasan untuk mengirimkan upeti. Salah satu kerajaan kecil tersebut adalah Kerajaan Yue yang dipimpin oleh Gou Jian. 

Gou Jian yang didampingi oleh penasihatnya yang setia, Fan Li, berusaha mencari cara menghindari permintaan upeti tersebut. Kerajaan Yue secara militer dan kekuasaan sangat jauh jika dibandingkan dengan Wu. Namun, jika Gou Jian menolak permintaan tersebut, maka Kerajaan Yue akan segera musnah. Benar saja, tidak berapa lama He Lu memimpin pasukan untuk menyerang Yue. Karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang, Gou Jian harus menelan kekalahan demi kekalahan. Saat dirinya terpojok, Gou Jian membagi pasukannya menjadi 3 unit. Unit pertama diperintahkan maju ke medan perang terdepan dan melakukan bunuh diri. Setelah itu, saat pasukan musuh sedang terkaget-kaget melihat hal tersebut, unit kedua menyerang mereka dari dua arah. Gou Jian dengan unit ketiganya kemudian mengejar pasukan musuh yang telah dipukul mundur. He Lu bahkan terluka di medan perang dan meninggal dunia. 

Sesaat sebelum mengembuskan nafas terakhir, He Lu berkata kepada anaknya, Fu Chai, “Jangan lupakan Yue!” Fu Chai tidak pernah melupakan kata-kata terakhir ayahnya itu. Selang beberapa tahun, Fu Chai kembali menyerang Yue. Kali ini dengan pasukan yang lebih banyak. Gou Jian tidak dapat berbuat banyak. Gou Jian dipaksa untuk menyerah dan dijadikan budak demi menyelamatkan rakyatnya. 

Selama tiga tahun, Gou Jian membuang semua harga dirinya sebagai seorang raja dan bertahan hidup sebagai seorang budak di Kerajaan Wu. Pada suatu waktu, Fu Chai hendak pergi berburu dengan mengendarai kuda. Ia meminta Gou Jian menjadi pijakan kakinya untuk naik kuda. Dengan sigap Gou Jian merangkak di samping kuda tersebut. Seketika itu juga Fu Chai dan beberapa pejabat Kerajaan Wu tertawa terbahak-bahak. Banyak pejabat yang meminta Fu Chai untuk melepaskan Gou Jian karena merasa beliau bukan lagi ancaman bagi Wu. Namun, tidak sedikit pejabat yang merasa Gou Jian hanya berpura-pura dan masih sangat berbahaya. 

Ketika Fu Chai sedang sakit keras, Gou Jian dengan tekun menunggu di luar kamar sang raja. Saat salah seorang kasim keluar dengan sebuah guci, Gou Jian mendekat dan mengambil isi guci tersebut dan mencicipinya. Sang kasim yang kaget kemudian berteriak, “Yang kamu barusan ambil itu adalah kotoran raja!” Namun, dengan tenang Gou Jian menjawab, “Syukurlah, sang raja pasti akan segera sembuh.” Sang kasim yang terkejut kembali masuk ke dalam ruangan dan memberitahu sang raja. Fu Chai ikut terkejut mendengar cerita dari sang kasim. Namun tak disangka, Fu Chai benar-benar bisa sembuh kembali. Sejak saat itu, kecurigaan Fu Chai terhadap Gou Jian sirna. Ia bahkan memberikan kesempatan Gou Jian untuk pulang ke negaranya dengan syarat pemberian upeti. 

Gou Jian pun mengambil peluang tersebut dan pulang kembali ke negaranya. Sesampainya di istana, Gou Jian pergi menemui Fan Li dan membahas rencana untuk mengembalikan hegemoni kekuasaan Kerajaan Yue. Selama dua tahun berikutnya, Gou Jian kembali mengumpulkan pasukan dan menguatkan kekuatan militernya. Bahkan selama dua tahun tersebut, Gou Jian memutuskan tinggal di kandang kuda dan tidur beralaskan kayu bakar dan jerami. Beliau juga menggantungkan empedu beruang di dalam kandang tersebut dan setiap hari beliau tidak lupa mencicipi betapa pahitnya empedu tersebut. Akhirnya setelah dua tahun, Gou Jian dibantu dengan Fan Li berhasil menyerang Wu dan mengalahkan Fu Chai. Dalam kondisi terdesak, Fu Chai memutuskan untuk bunuh diri. 

Kisah dari Gou Jian ini menginspirasi munculnya sebuah pepatah kuno, yaitu “Wò xīn cháng dǎn (卧薪尝胆)”, yang secara harfiah diartikan sebagai “berbaring di atas kayu bakar, mencicipi empedu”. Pepatah ini menggambarkan kegigihan dan keteguhan hati Gou Jian untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Hingga kini, kisah Gou Jian ini terus diceritakan secara turun-temurun untuk mengajarkan bagaimana berteguh hati dalam menghadapi kehidupan dan mencapai cita-cita yang diharapkan.