Tingkat Tertinggi dalam Berkomunikasi

Dalam berkomunikasi seringkah kita merasa orang lain salah paham dan tidak mampu memahami kita? Atau sebaliknya, apakah sebenarnya kita yang tidak mau dan tidak mampu memahami lawan bicara kita?

Sering kali dalam berkomunikasi, kita hanya mendengar agar bisa membalas lawan bicara, hanya ingin menyampaikan sudut pandang kita, tanpa memerhatikan dan memahami bagaimana sudut pandang dan apa yang sebenarnya diharapkan oleh lawan bicara kita. Ini yang menyebabkan seringnya terjadi kesalahpahaman.

Menurut ajaran Lie Shifu, siu Tao dibagi menjadi 4 tahap berikut.

Pertama: ada aku, tidak ada kamu

Kedua: ada aku, ada kamu

Ketiga: ada kamu, baru ada aku

Keempat: hanya ada kamu, tidak ada aku

Hal ini jika diterapkan dalam berkomunikasi, maka tahapan tertingginya adalah menempatkan fokus pada orang lain agar komunikasi menjadi efektif. Pada umumnya semua orang ingin didengar dan dipahami. Hasrat untuk didengarkan kerap kali menjadi simbol harga diri. Sebaiknya cobalah untuk tidak memotong pembicaraan seseorang. Jika seseorang merasa dihargai, maka ia akan merasa nyaman dan mau untuk terbuka. Inilah yang menjadi awal dari komunikasi yang efektif.

Inti dari komunikasi yang efektif adalah memahami orang lain. Menurut teori komunikasi, kata-kata hanya mewakili sekitar 10% dari komunikasi, 30% diwakili oleh intonasi, dan 60% (yang paling besar) diwakili oleh bahasa tubuh. Oleh karena itu, kita akan mendapatkan pemahaman yang minim apabila hanya berfokus pada apa yang diucapkan (kata-kata verbal). Pemahaman yang mendalam dapat dicapai jika kita tidak hanya mampu mendengar dengan telinga, tetapi juga disertai dengan hati yang tulus dan rendah hati untuk mau memahami maksud dan sudut pandang orang lain.

Mendengar dengan telinga dan hati, inilah tingkat tertinggi dalam berkomunikasi.